Thursday, January 26, 2017

Buku Pintar HARAM Memilih Pemimpin Non-Muslim Jawaban atas: Buku 7 Dalil Dki Jakarta

Al Habib Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS
BAGI UMMAT MUSLIM DIWAJIBKAN UNTUK DI SHARE - ALLAHU AKBAR..!
https://web.facebook.com/groups/BukuPintarHARAMMemilihPemimpinNonMuslim/

Buku Pintar
HARAM
Memilih Pemimpin Non-Muslim
Jawaban atas:
Buku 7 Dalil Umat Islam DKI dalam Memilih Gubernur
dan Berbagai Syubhat seputar Keharaman Memilih Pemimpin Non-Muslim
Sambutan:
Al Habib Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS.
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI)
Penyusun:
As Sayyid Muhammad Hanif Alattas
Ketua Umum Front Santri Indonesia (FSI)
Editor:
Mochammad Ramdan Samadi
Desain Cover:
Naufal Andhika Firdaus
MARKAZ SYARIAH (MS)
FRONT SANTRI INDONESIA (FSI)
Email FSI: frontsantriindonesia@gmail.com
ا لْ حْ مْ دْ لْلهِ رْ بْاْ لْ عْا لْمِْ يْ،ْ وْال صْ لْ ةْ وْال سْ لْ مْ عْ لْْ
سْ يْدِْ اْ لْ مْ رْ سْلِْ يْ رْ سْ وْلِْ اْللهِ مْ حْ مْ دْ وْ عْ لْْ
آلِْهِْ وْ صْ حْبِْهِْ أْ جْ مْعِْ يْ؛ْْ
أْ مْا بْ عْ دْ :ْ
قْا لْ اْلله تْ عْا لْ :ْ
(Al Maidah: 51)
“Mohon tidak letakan buku ini sembarangan, karena terdapat ayat Al Quran, Hadist Nabawi, dan nama-nama mulia”
~ i ~
Front Santri Indonesia - FSI
SAMBUTAN
Al Habib Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Buku ini sangat manfaat untuk umat, karena menyajikan jawaban tuntas soal kepemimpinan non-Muslim bagi Umat Islam.
Penulisnya berhasil menguraikan persoalan secara komprehensif dan argumentatif, sehingga mampu mencabut syubhat sampai ke akar-akarnya.
Penulisnya sebagai Ketua Umum Front Santri Indonesia (FSI) berhasil menunjukkan kualitas keilmuan kalangan Santri dan kemurnian perjuangan para Santri.
Semoga Allah SWT memberkahi buku ini dan penulisnya serta para pembacanya yang mau mengambil i’tibar di jalan yang benar.
Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thoriiq …
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 24 Rabi’ul Akhir 1438 H.
22 Januari 2017 M.
~ ii ~
Front Santri Indonesia - FSI
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN ___ i
DAFTAR ISI ___ ii
MUKADIMAH (ISLAM, NON-MUSLIM DAN KEPEMIMPINAN _____ 1
1. Bagaimana sesungguhnya tafsir QS. Al Maidah 51? _____ 9
Tafsiran Para Ulama terhadap Lafadz Awliya’, Terkait Kepemimpinan _____ 13
Makna Awliya’ secara Implisit _____ 28
Syubhat seputar Penafsiran Al Maidah 51 _____ 30
2. Bolehkah muslim DKI Jakarta memilih Gubernur non-Muslim? _____ 39
3. Apakah keimanan Umat Islam DKI akan hilang dengan memilih Gubernur non-Muslim? _____ 52
4. Pernahkah ada Gubernur Non-Muslim dalam sejarah Khilafah Islamiyyah? _____ 55
5. Bagaimana menentukan pilihan pemimpin (Nashbul Imam) menurut Islam Ahlusunnnah wal Jamaah? _____ 58
6. Bagaimana posisi agama Islam dalam NKRI yang berasaskan Pancasila? _____ 64
7. 21 Fakta Kebijakan dan Perilaku Ahok yang Sakiti Umat Islam; Membedah “Prestasi” yang Berhubungan dengan Umat Islam _____ 68
DAFTAR PUSTAKA _____ 88
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 1 ~
Front Santri Indonesia - FSI
MUKADIMAH
ISLAM, NON-MUSLIM DAN KEPEMIMPINAN
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya: 107)
Rasulullah SAW adalah RAHMAT dari Allah SWT bagi semesta alam yang meliputi manusia, malaikat, jin, hewan dan tumbuhan, serta seluruh isi langit dan bumi. Karenanya, jika Syariat Nabi Muhammad SAW dilaksanakan dengan baik dan diterapkan sebagaimana mestinya, jangankan manusia, bahkan hewan dan tumbuhan pun tidak akan terzalimi.
Salah satu bentuk rahmat yang dibawa Islam adalah ajaran untuk berbuat baik kepada seluruh
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 2 ~
Front Santri Indonesia - FSI
umat manusia, tanpa melihat agama, termasuk orang-orang non-Muslim yang tidak memerangi muslimin.
Allah SWT berfirman:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(QS. Al Mumtahanah: 8)
Bahkan dalam hadist, dengan tegas Rasulullah SAW mengancam umatnya yang berani mengganggu kafir dzimmi (-yaitu: kafir yang hidup damai dengan muslim), bahwa kelak di hari Kiamat nanti, ia akan menjadi musuh Rasulullah SAW. Karenanya, umat beragama apapun bisa hidup aman, damai dan
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 3 ~
Front Santri Indonesia - FSI
nyaman di tengah kehidupan Umat Islam, selama mereka menjadi warga yang baik dan tidak mengganggu Umat Islam.
Setidaknya ada pilar-pilar toleransi yang harus menjadi patokan Umat Islam dalam menjaga keharmonisan hubungan antar umat manusia, apapun agamanya. Dan Islam telah meletakkan tidak kurang dari 10 PILAR TOLERANSI, sebagai berikut:
1. Tidak boleh ada pencampur-adukan agama Islam dengan agama lainnya.
2. Tidak boleh ada paksaan kepada siapapun untuk masuk agama Islam.
3. Kewajiban DAKWAH adalah dengan hikmah dan mauidzoh hasanah serta dialog dengan cara yang baik, tanpa melupakan kewajiban HISBAH dengan tegas, dan JIHAD dengan keras, sesuai dengan Syariat Islam.
4. Tidak ada larangan berbuat baik dan bersikap adil kepada umat agama lain.
5. Tidak ada larangan bermuamalah dalam urusan sosial ekonomi kemasyarakatan dengan orang di luar Islam.
6. Tidak ada larangan memanfaatkan tenaga non-Muslim untuk kemaslahatan Umat Islam.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 4 ~
Front Santri Indonesia - FSI
7. Kewajiban penegakan keadilan untuk semua umat manusia.
8. Larangan berbuat zalim terhadap manusia maupun hewan dan tumbuhan.
9. Larangan mencaci maki dan mencerca serta menghina juga menodai suatu agama, termasuk mengganggu dan menghalangi ibadah umat beragama lain.
10. Kewajiban penegakan akhlak karimah, sekalipun dalam situasi perang melawan kafir.
Pilar-pilar di atas secara lengkap beserta dalil penjelasannya diulas dalam buku Wawasan Kebangsaan – Menuju NKRI Bersyariah (hlm. 75-89) karya Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Dr. Habib Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS.
Meski demikian, bukan berarti seorang muslim dapat melakukan apa saja untuk non-Muslim dengan dalih toleransi. Pastinya toleransi memiliki segudang batasan yang tidak boleh dilanggar oleh pemeluk agama, diantaranya tentang KEPEMIMPINAN. Baik skala negara, provinsi, kota atau kabupaten, yang tentunya memiliki posisi vital dan strategis dalam menetukan arah kebijakan pemerintahannya.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 5 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Di sisi lain, agama menjadi salah satu faktor utama yang sangat mempengaruhi ketetapan kebijakan. Sehingga, kepemimpinan non-Muslim di daerah mayoritas muslim, akan menjadi celah pemimpin kafir untuk mengendalikan dan menguasai Umat Islam. Hal ini jelas bertentangan dengan salah satu prinsip dasar Islam, yaitu menjunjung tinggi ‘Izzatul Islam wal Muslimin, yaitu Kemuliaan Islam dan Muslimin.
Allah SWT berfirman:
“… dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa: 141)
Karenanya, Islam melarang umatnya untuk menjadikan non-Muslim sebagai pejabat pemerintah, pemangku kebijakan atau pemimpin. Dalam konteks ini, Al Imam As Syafi’i dalam kitabnya; Al Umm yang merupakan buku induk Madzhab Syafi’i (6/227) mengatakan:
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 6 ~
Front Santri Indonesia - FSI
وَمَا يَنْبَغِيْ عِنْدِيْ لِقَاضٍ ، وَلََ لِوَالٍ مِنْ وُلََةِ الْمُسْلِمِيَْْ أَنْ يَتَّخِذَ
مَوْضِعٍ يَتَفَضَّلُ بِهِ مُسْلِمًا ، وَيَنْبَغِيْ أَنْ
كَاتِبًا ذِمِّيًّا ، وَلََ يَضَعُ الذِّمِّيَّ فِِ
نُعْرِّفَ الْمُسْلِمِيَْْ بِأَنْ لََ يَكُوْنَ لَهُمْ حَاجَةً إِلََ غَيِْْ أَهْلِ دِيْنِهِمْ .
“Bagiku (baca: Imam Syafi’i), tidak boleh seorang hakim atau pemimpin Umat Islam untuk mengangkat sekretaris dari kalangan kafir dzimmi. Dan tidak boleh pula ia meletakkan kafir dzimmi pada posisi yang lebih tinggi dari seorang muslim. Dan sepatutnya kita memberi tahu Umat Islam bahwa mereka (Umat Islam) tidak butuh kepada non-Muslim.”
Meski demikian, bukan berarti kita dapat memilih pemimpin muslim dengan sembarangan dan asal-asalan. Dalam prespektif Islam, seorang pemimpin selain harus beragama Islam, juga harus memenuhi berbagai kriteria yang dapat mengantarkan kesejahteraan rakyatnya.
Ibnu Kholdun dalam Mukadimah-nya yang populer (hlm. 98) menyebutkan beberapa syarat seorang pemimpin, diantaranya:
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 7 ~
Front Santri Indonesia - FSI
1. Memiliki pengetahuan luas.
2. Memenuhi kriteria ‘Adalah. (Dalam terminologi fikih, sifat ‘adalah yakni muslim yang tidak melakukan dosa besar dan tidak terus menerus melakukan dosa kecil).
3. Mampu melaksanakan tugas sebagai pemimpin.
4. Sehat fisik dan memiliki panca indra yang lengkap.
Konsensus Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Padang Panjang (26 Januari 2009) menyebutkan bahwa memilih pemimpin beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah) dan memperjuangkan kepentingan Umat Islam, hukumnya adalah WAJIB.
Demi menyuarakan Shoutul Haq (suara kebenaran) dan memperjuangkan ‘Izzul Islam wal Muslimin, dalam risalah ini yang bernama Buku Pintar Haram Memilih Pemimpin Non-Muslim, –Insya Allah- penulis akan memperjelas dan mempertegas landasan hukum KEHARAMAN memilih pemimpin non-Muslim serta membantah berbagai kerancuan (syubhat), juga penyesatan yang dipropagandakan
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 8 ~
Front Santri Indonesia - FSI
oleh kalangan liberal seputar keharaman memilih pemimpin non-Muslim, khususnya yang tertuang dalam Buku Saku 7 Dalil Umat Islam DKI dalam Memilih Gubernur, sesuai dengan jumlah bab yang tertera dalam buku tersebut dengan sedikit perubahan susunan agar substansi yang ada di dalamnya dapat sampai kepada pembaca secara sistematis dan utuh.
Semoga langkah kecil ini dapat mengantarkan kami kepada Ridho Allah SWT dan senyuman Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Tarim, Hadhramaut, Yaman
23 Rabi’ul Akhir 1438 H/
21 Januari 2017 M
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 9 ~
Front Santri Indonesia - FSI
1. Bagaimana sesungguhnya tafsir QS. Al Maidah 51 ?
Perlu diketahui bahwa Surat Al Maidah 51 bukanlah satu-satunya ayat yang menjelaskan tentang keharaman memilih pemimpin kafir. Akan tetapi ada banyak ayat lain yang mengandung makna sama. Seperti Surat Ali Imran (28) dan (118), Al Mujadalah (22), Al Mumtahanah (1), At Taubah (71), dan masih banyak ayat lainnya. Hal ini telah disebutkan oleh Al Imam Al Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya (2/25), dan Al Imam Fakhrurrozi dalam kitabnya At Tafsir Al Kabir (8/192), dan masih banyak para Ulama lainnya.
Karenanya, kesamaan makna pada ayat-ayat di atas melahirkan keseragaman tafsir hukum dan hikmah yang dapat diambil. Dalam banyak titik, penafsiran ayat-ayat di atas bisa diterapkan untuk Al Maidah 51, begitupun sebaliknya, sebagaimana dipaparkan oleh para Ulama Tafsir. Sehingga Al Maidah 51 tidak berdiri sendiri, akan tetapi ditopang, diperkuat dan dipertegas kandungan hukumnya dengan ayat-ayat yang lain.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 10 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Lalu, bagaimana kita dapat memahami bahwa Al Maidah 51 dan ayat lainnya menunjukan keharaman memilih kafir sebagai pemimpin? Bukankah makna “awliya” adalah teman setia?
Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)
Al Quran tidak dapat dipahami dengan sembarangan. Karena Al Quran adalah Wahyu Ilahi
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 11 ~
Front Santri Indonesia - FSI
dan Kitab Suci yang Allah SWT turunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab. Sehingga, dalam memahami Al Quran, terlebih mengambil hukum yang ada di dalamnya, kita WAJIB tunduk kepada kaidah-kaidah yang telah digariskan oleh para Ulama, agar pemahaman kita sesuai dengan pemahaman Rasulullah SAW, para Sahabat Nabi dan Ulama Salaf radhiallahu’anhum ajma’in. Salah satunya adalah kaidah-kaidah yang dituangkan dalam ilmu Ushul Fikih, sebagai metodologi pengambilan hukum dari Al Quran dan As Sunnah.
Kembali ke Surat Al Maidah 51, redaksi yang digunakan dalam ayat tersebut adalah ( ا ْ و ُ ذِخَّتَت َ لَ َد ْ و ُ هَيْلا
وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ ). Kata ini dalam bahasa Arab disebut sebagai shigot nahyi (bentuk larangan). Sedangkan dalam ilmu Ushul Fikih, sebagaimana disebutkan oleh Al Imam Az Zarkasyi dalam kitabnya, Al Bahru Al Muhith, bentuk nahyi (larangan) pada hakikatnya menunjukkan keharaman hal yang dilarang, kecuali ada qorinah (indikator) atau dalil lain yang merubahnya dari hukum Haram menjadi Makruh, dsb. Artinya, menjadikan kafir sebagai awliya’ dalam
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 12 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Al Maidah 51 adalah terlarang, dengan kata lain adalah HARAM.
Lafadz awliya’ yang menjadi objek larangan dalam Al Maidah 51, dalam bahasa Arab disebut sebagai Lafadz Nakiroh. Dan Syekhul Islam Al Imam Zakariya Al Anshori dalam kitabnya, Ghoyatul Wushul menyebutkan bahwa lafadz nakiroh yang berada dalam konteks larangan (nakiroh fi syiyaqinnahyi) menunjukkan arti umum. Maksudnya, lafadz awliya’ dalam ayat tersebut mencangkup segala bentuk Muwalah ( ُة َ لَا َ و ُ مْلا) juga Wilayah ( الْوِلََيَةُ ), baik berupa sahabat, teman setia, penolong, pemegang wewenang, pemangku amanah atau kebijakan publik, serta pemimpin. Sehingga, tidak ada yang boleh mengklaim bahwa lafadz awliya’ dibatasi cakupannya pada bentuk tertentu, seperti teman setia saja, kecuali takhsish (pembatasan cakupan lafadz) tersebut disertai dengan dalil yang absah dan diakui. Manakala dilakukan tanpa dalil, maka klaim takhsish tersebut adalah BATIL.
Menjadikan ayat ini sebagai dalil keharaman memilih kafir sebagai pemimpin, pemangku wewenang dan amanat atas orang Islam telah
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 13 ~
Front Santri Indonesia - FSI
dilakukan oleh para Ulama sejak generasi Sahabat dan seterusnya. Sehingga, istidlal (penggunaan ayat sebagai dalil) mereka dalam hal ini telah memperjelas kita bahwa memilih pemimpin kafir dan pemangku kebijakan serta amanah bagi muslim, masuk dalam cakupan lafadz awliya’ yang diharamkan oleh Allah SWT.
TAFSIRAN PARA ULAMA TERHADAP LAFADZ AWLIYA’, TERKAIT KEPEMIMPINAN
Amirul Mukminin Sayyiduna Umar bin Khattab RA menjadikan Al Maidah 51 sebagai dalil diharamkannya mengangkat kafir menjadi pejabat publik, sebagaimana yang dikutip oleh Al Imam As Suyuthi dalam tafsirnya, Ad Durr Al Mantsur fi At Tafsir bi Al Ma’tsur (3/100):
شُعَبِ الِْْيْمََنِ عَنْ عِيَاضٍ : أَنَّ عُمَرَ أَمَرَ
وَأَخْرَجَ ابْنُ حَاتِمٍ وَالْبَيْهَقِيُّ فِِ
أَبَا مُوْسَى الَْْشْعَرِيَّ أَنْ يَرْ أَدِيْمٍ وَاحِدٍ ،
فَعَ إِلَيْهِ مَا أُخِذَ وَمَا أُعْطِيَ فِِ
وَكَانَ لَهُ كَاتِبٌ نَصَْْانٌِِّ ، فَرَفَعَ إِلَيْهِ ذلِكَ ، فَعَجَبَ عُمَرُ ، وَقَالَ : إِنَّ هذَا
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 14 ~
Front Santri Indonesia - FSI
لَََفِيْظٌ ، هَلْ أَنْتَ قَارِئٌ لَنَا كِتَابًا فِِ الْمَسْجِدِ جَاءَ مِنَ الشَّامِ ؟ فَقَ الَ :
إِنَّهُ لََ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ ، قَالَ عُمَرُ : أَجُنُبٌ هُوَ ؟ قَالَ : لََ ،
بَلْ نَصَْْانٌِِّ . فَانْتَهَرَنِِْ وَضَََبَ فَخْذِيْ ثُمَّ قَالَ : أَخْرِجُوْهُ ، ثُمَّ قَرَأَ : )يَا
أَيَُُّّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لََ تَتَّخِذُوْا الْ يَهُوْدَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ( الْْيَةُ .
“Ibnu Abi Hatim dan Al Baihaqi meriwayatkan dalam Kitab Syu’ab Al Iman dari ‘Iyadh bahwa Khalifah Umar RA memerintahkan Abu Musa Al Asy’ari RA agar melaporkan kepadanya apa yang telah ia ambil dan ia berikan dalam satu lembar kulit. Ia (Abu Musa) ketika itu memiliki seorang sekretaris Nasrani. Sehingga ia mengajukan sekretaris tersebut untuk melaporkannya. Sayyiduna Umar RA merasa kagum dan berkata: “Sekretaris ini benar-benar hafal (semua laporanmu), apakah anda dapat membacakan kepada kami surat yang datang dari Syam di dalam masjid?” Abu Musa RA menjawab: “Ia tidak bisa masuk masjid.” Sayyiduna Umar RA bertanya: “Apakah ia junub?” Abu Musa RA menjawab: “Tidak! Ia seorang Nasrani.” Lalu Sayyiduna Umar membentakku dan memukul pahaku. Kemudian Beliau (Sayyiduna Umar RA) berkata: “Keluarkan orang tersebut!” seraya membaca
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 15 ~
Front Santri Indonesia - FSI
firman Allah SWT Surat Al Maidah 51.” (Hadist tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya (4/1156), juga oleh Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman (9384), As Sunan Al Kubro (18727) dan Tafsir Ibnu Katsir (3/132).
Al Imam Ar Razi dalam At Tafsir Al Kabir meriwayatkan bahwa setelah Sayyiduna Umar RA membacakan Al Maidah 51, Abu Musa RA berkata: “Agamanya urusan dia, sedangkan kemampuan menulisnya bermanfaat bagiku.” Sayyiduna Umar RA berkata: “Aku tidak akan memuliakan mereka, setelah Allah SWT hinakan mereka. Dan aku tidak akan mendekatkan mereka, setelah Allah SWT jauhkan mereka.” Abu Musa RA menjawab: “Urusan Bashrah tidak akan sempurna tanpa orang ini.” Sayyiduna Umar RA menjawab kembali: “Anggap saja orang Nasrani itu mati, lalu apa yang engkau lakukan setelah ia mati, lakukanlah sekarang! Gantilah orang tersebut dengan yang lain dari orang Islam!”
Riwayat dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA tadi menjelaskan bahwa pemimpin atau pejabat publik yang punya wewenang di tengah Umat Islam, masuk dalam keumuman lafadz awliya’ yang dimaksudkan dalam Al Maidah 51, dll, karenanya
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 16 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Sayyiduna Umar RA menjadikan ayat ini sebagai dalil haramnya memilih pejabat non-Muslim. Lebih dari itu, kutipan para Ulama terhadap riwayat tadi, seperti Al Imam Ar Razi, Al Khozin, Al Imam Ibnu ‘Arobi, Al Imam Ibnu Katsir dan lain-lain, dalam tafsir mereka tanpa komentar ralatan, menjadi isyarat terhadap kebenaran pemahaman tersebut.
Khalifah Sayyiduna Umar bin Abdul Aziz juga menjadikan Surat Al Maidah (57) dan Al Mumtahanah (1) yang semakna dengan Al Maidah 51 sebagai dalil haram menjadikan kafir pemimpin serta pejabat atas Umat Islam. As Syekh Dhiyauddin Ibnu Ukhuwwah Al Qurosyi (729 H) dalam kitabnya Ma’alim Al Qurbah fi Tholab Al Hisbah (hlm.39) mengutip bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada pejabatnya yang melantik sekretaris non-Muslim bernama Hassan. Dalam suratnya, Beliau berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa kau mengangkat Hassan sebagai sekretaris, padahal dia non-Muslim! Allah SWT berfirman:
...
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 17 ~
Front Santri Indonesia - FSI
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil musuh-Ku dan musuh kalian sebagai pemimpin”: (QS. Al Mumtahanah: 1)
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan pemimpin kalian orang-orang yang membuat agama kalian jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberikan kitab sebelum kalian dan orang-orang kafir (orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kalian orang-orang beriman” (QS. Al Maidah: 57)
Jika suratku telah sampai kepadamu, maka ajaklah Hassan untuk masuk Islam. Jika ia masuk Islam, maka ia bagian dari kita, dan kita adalah bagian darinya. Jika ia tidak mau, maka jangan jadikan ia sebagai sekretaris.”
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 18 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Ketika surat itu sampai dan dibacakan kepada Hassan, ia langsung masuk Islam dan diajarkan cara thaharah serta cara sholat. Setelah mengutip riwayat ini, Syekh Ibnu Ukhuwwah mengatakan:
تَرْكِ الَِْسْتِعَانَةِ بِالْكَافِرِ ، فَكَيْفَ
وَهذَا أَصْلٌ يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ فِِ
اسْتِعْمَالُهُمْ عَلََ رِقَابِ الْمُسْلِمِيَْْ ؟
"Ayat ini adalah dasar yang dijadikan sandaran untuk tinggalkan memohon pertolongan dari orang kafir, lalu bagaimana dengan menjadikan mereka di atas pundak Umat Islam?”
Al Imam Al Juwaini yang dijuluki Imam Al Haramain (478 H), seorang Ulama besar yang menjadi rujukan dalam Madzhab Syafi’i, saat membahas keharaman mengangkat Wazir Tanfidz (sebuah jabatan dalam sistem pemerintahan klasik yang berfungsi sebagai perantara antara Imam dan rakyatnya) dari kalangan kafir dzimmi, Beliau menjadikan Al Maidah 51 sebagai dalil dalam kasus tersebut. Artinya, Imam Al Haramain paham betul bahwa lafadz awliya’ mencangkup pemimpin dan pemangku amanah untuk urusan Umat Islam. Beliau sangat tegas dalam hal ini.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 19 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Dalam kitabnya Ghiyats Al Umam fi At Tiyast Ad Dhulam (hlm. 156) Beliau berkata:
قَوْلٍ وَفِعْلٍ
فَمَنْ لََ تُقْبَلُ شَهَادَتُهُ عَلََ باقَةِ بَقْلٍ ، وَلََ يُوْثَقُ بِهِ فِِ ، كَيْفَ
يَنْتَصِبُ وَزِيْرًا ؟ وَكَيْفَ يَنْتَهِضُ مُبَلِّ غًا عَنِ الِْْمَامِ سَفِيًْْا ؟ عَلََ أَنَّا لََ
أَمْرِ الدِّيْنِ شَََّهُ ، بَلْ نَرْتَقِبُ
نَأْمَنُ فِِ نَفْسًا فَنَفَسًا هُ . وَقَدْ تَوَافَتْ – - ضَََّ
شَهَادَةُ نُصُوْصِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ عَ لََ النَّهْيِ عَنِ الرُّكُوْنِ إِلََ الْكُفَّارِ ،
وَالْمَنْعِ مِنِ ائْتِمَانِِِمْ ، وَاطِّلََعِهِمْ عَلََ الَْْسَْْارِ ، قَالَ اللهُ تَعَالََ : )لََ
تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِّنْ دُوْنِكُمْ لََ يَلُوْنَكُم خَبَالًَ( ، وَقَالَ : )لََ تَتَّخِذُوْا الْيَهُ وْدَ
وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ( إِلََ قَوْلِهِ : وَاشْتَدَّ نَكِيُْْ عُمَرَ عَلََ أَبِِْ مُوْسَى
الَْْشْعَرِيِّ لَمَّا اتَّخَذَ كَاتِبًا نَصَْْانِيًّا . وَقَدْ نَصَّ الشَّافِعِيُّ رَحَْْةُ اللهِ -
عَلَيْهِ عَلََ أَنَّ الْمُتََْجِمَ الَّذِي يُنْهِيْ إِلََ مَعَانَِِ لُغَا الْمُدَّعِيَْْ -
الْقَاِِ
ذلِكَ خِلََفًا بَيَْْ
يََِبُ أَنْ يَكُوْنَ مُسْلِمًا عَدْلًَ رِضًا ، وَلَسْتُ أَعْرِفُ فِِ
عُلَمََءِ الَْْقْطَارِ ، فَكَيْفَ يُسَوَّغُ أَنْ يَكُوْنَ السَّفِيَْْ بَيَْْ الِْْمَامِ وَالْمُسْلِمِيَْْ
مِنَ الْ كُفَّارِ ؟
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 20 ~
Front Santri Indonesia - FSI
“Orang (kafir) yang kesaksiannya tidak dapat diterima tentang seikat sayuran, dan tidak dapat dipercaya dalam ucapan dan perbuatan, bagaimana (mungkin) ia bisa dijadikan menteri? Bagaimana (mungkin) ia bisa menjadi duta dan perantara yang menyampaikan dari Imam kepada rakyatnya? Sedangkan kami tidak merasa aman dari keburukannya dalam masalah agama, bahkan kami mengkhawatirkan bahayanya dalam setiap nafas demi nafas.
Sungguh telah sempurna kesaksian Al Quran dan As Sunnah tentang larangan condong kepada orang-orang kafir, melarang memberikan amanat kepada mereka, dan memperlihatkan mereka tentang rahasia-rahasia (kaum muslimin). Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kau ambil menjadi orang kepercayaanmu, mereka yang di luar kalanganmu (non-Muslim), karena mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu” (QS. Ali Imran: 118). Dan Allah SWT berfirman: “Janganlah kau jadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai awliya” (QS. Al Maidah: 51)
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 21 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Alangkah kerasnya pengingkaran Sayyiduna Umar RA kepada Abu Musa Al Asy’ary RA ketika menjadikan seorang Nasrani sebagai sekretaris. Al Imam As Syafi’i rahimahullah telah menetapkan bahwa penerjemah yang menyampaikan makna bahasa para pendakwa kepada hakim, haruslah seorang muslim yang adil dan diridhai. Aku tidak mengetahui adanya perselisihan dalam hal tersebut di antara para Ulama, (lebih dari itu) bagaimana dibolehkan seorang perantara antara pemimpin dan Umat Islam dari kalangan orang kafir?”
Al Imam Al Mawardi (450 H), seorang Ulama besar yang juga menjadi rujukan dalam Madzhab Syafi’i, dalam kitabnya Al Hawi Al Kabir (16/199) menjadikan Al Maidah sebagai dalil bahwa seorang qodhi (hakim) diharamkan mengangkat sekretaris dari kalangan kafir, meskipun punya kapabilitas dalam hal tersebut. Masih dalam kitab yang sama (8/494), Al Imam Al Mawardi juga menjadikan Surat Al Mumtahanah (1) yang memiliki makna sama dengan Al Maidah 51 sebagai dalil pelarangan mengangkat petugas zakat dari kalangan non-Muslim. Sebelum mengutip ayat tersebut, Al Imam Al Mawardi menjelaskan ‘illat (alasan) pelarangan
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 22 ~
Front Santri Indonesia - FSI
tersebut dengan singkat, tegas dan padat. Beliau berkata:
لَِْنَّ الْكُفْرَ يَمْنَعُ مِنَ الْوِلََيَةِ عَلََ مُسْلِمٍ ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالََ : لََ تَتَّخِذُوْا
) عَدُوِّيْ وَعَدُوَّ كُمْ أَوْلِيَاءَ )الْمُمْتَحَنَةُ : 1
“Karena kekufuran mencegah adanya kekuasaan (wewenang) atas orang Islam berdasar pada firman Allah SWT (QS. Al Mumtahanah: 1): “Janganlah mengambil musuh-Ku dan musuh kalian sebagai pemimpin.”
Al Imam Ibnu Jama’ah As Syafi’i (733 H) dalam kitabnya Tahrir Al Ahkam fi Tadbir Ahli Al Islam (hlm. 146) menjadikan Al Maidah 51 dan An Nisa 141 sebagai dalil diharamkannya menguasakan urusan Umat Islam kepada orang kafir, dalam hal apapun. Bahkan Beliau mempertegas alasan dari larangan tersebut seraya berkata:
وَلَِْنَّ تَوْلِيَةَ الْكَافِرِ عَلََ الْمُسْلِمِ تَتَضَمَّنُ إِعْلََءُهُ عَلَيْهِ وَإِعْزَازُهُ بِالْوِلََيَةِ
، وَذلِكَ مُخَالِفٌ لِلشََِّّيْعَةِ وَقَوَاعِدِهَا
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 23 ~
Front Santri Indonesia - FSI
“Karena memberikan orang kafir kekuasaan dan wewenang atas orang Islam berimplikasi pada meninggikan derajat kafir di atas muslim, dan memuliakannya dengan kekuasaan dan wewenang. Dan hal tersebut bertentangan dengan Syariat dan kaidah-kaidahnya.”
Al Imam Abu Bakar Al Jashosh Al Hanafi (370 H) dalam tafsirnya Ahkam Al Quran (2/288) saat menafsirkan Surat Ali Imran (28) yang memiliki kandungan makna sama dengan Al Maidah 51, menjadikan ayat tersebut sebagai dalil diharamkannya menguasakan urusan muslim kepada non-Muslim. Dengan tegas Beliau berkata:
هذِهِ الْْيَةِ وَنَظَائِرِهَا دَلََلَةٌ عَلََ أَنْ لََ وِلََيَةَ لِلْكَافِرِ عَلََ الْمُسْلِمِ فِِ ْ
وَفِِ
شََْءٍ
“Ayat ini dan ayat-ayat semakna menjadi dalil bahwa orang kafir tidak boleh berkuasa atau memangku wewenang atas orang Islam dalam hal apapun.”
Al Imam Ibnu Al ‘Arobi Al Maliki (543 H) dalam kitabnya Tafsir Ayat Al Ahkam (1/351) saat menafsirkan Surat Ali Imran (28) menjadikan ayat
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 24 ~
Front Santri Indonesia - FSI
tersebut sebagai dalil diharamkannya orang mukmin menjadikan orang kafir sebagai pemangku amanat dan pemegang rahasia. Beliau berkata:
نَصِْْهِ عَلََ عَدُوِّهِ وَلََ
أَنَّ الْمُؤْمِنَ لََ يَتَّخِذُ الْكَافِرَ وَلِيًّا فِِ ْ
هذَا عُمُوْمٌ فِِ
أَمَانَةٍ وَلََ بِطَانَةٍ .
فِِ
“Ayat ini bersifat umum, bahwasanya seorang mukmin tidak boleh menjadikan orang kafir sebagai sandaran dalam menolongnya melawan musuh, juga dalam memangku amanat dan memegang rahasia.”
Al Imam Al Qurthubi (671 H) dalam tafsirnya Al Jami’ li Ahkam Al Quran (4/178) saat menafsirkan Surat Ali Imran (118), ayat yang semakna dengan Al Maidah 51, tegas mengatakan:
نََِى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الْمُؤْمِنِيَْْ ذِِذِهِ الْْيَةِ أَنْ يَتَّخِذُوْا مِنَ الْكُفَّارِ وَالْيَهُوْدِ
الْْرَاءِ وَيُسْنِدُوْنَ إِلَيْهِمْ
يُفَاوِضُوْنَُِمْ فِِ دُخَلََءَ وَوُلَجَاءَ اءِ وَأَهْلِ الَْْهْوَ
أُمُوْرَهُمْ
“Dengan ayat ini, Allah SWT melarang orang-orang yang beriman untuk menjadikan orang-orang kafir,
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 25 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Yahudi dan hamba nafsu sebagai sandaran dan kepercayaan yang dijadikan tempat bertukar pendapat, dan menyandarkan urusan Umat Islam kepada mereka.”
Bahkan dengan pedas Al Imam Al Qurtubi mengomentari realita serupa yang terjadi pada zamannya, pada halaman berikutnya. Beliau berkata:
هذِهِ الَْْزْمَانِ بِاتِّخَاذِ أَهْلِ الْكِتَابِ
قُلْتُ : وَقَدِ انْقَلَبَتِ الَْْحْوَالُ فِِ
كَتَبَةً وَأُمَنَاءَ ، وَتَسَوَّدُوْا بِذلِكَ عِنْدَ الْجَهْلَةِ الَْْغْبِيَاءَ مِنَ الْوُلََةِ وَالُْْمَرَاءِ
“Aku (Al Imam Al Qurthubi) berkata: “Zaman sekarang keadaan sudah terbalik, dengan menjadikan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) sebagai para sekretaris dan orang-orang kepercayaan. Mereka mengangkat orang-orang bodoh menjadi pemimpin. Sehingga mereka (orang-orang kafir) yang menjadi pejabat di dalam pemerintahan, menunjuk pemimpin-pemimpin yang bodoh serta dungu.”
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 26 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Jika 7 abad lalu saja Al Imam Al Qurtubi mengatakan demikian, bagaimana dengan zaman sekarang? Hasbunallah wani’mal wakil.
Terkait hal ini, seorang Ulama kharismatik, mantan Ketua MUI, serta penulis Tafsir Al Azhar, Buya Hamka dalam tafsirnya mengatakan: “Maka orang yang telah mengambil Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpinnya, itu nyatalah sudah zalim, sudah aniaya. Sebagaimana kita maklum, kata-kata zalim itu berasal dari dzhulm, artinya gelap. Mereka telah memilih jalan hidup yang gelap, sehingga terang (telah) dicabut (oleh) Allah SWT dari dalam jiwa mereka. Mereka telah memilih musuh kepercayaan, meskipun bukan musuh pribadi. Padahal di dalam Surat Al Baqarah ayat 120 telah diperingatkan oleh Allah SWT bahwa Yahudi dan Nasrani tidak akan ridho selama-lamanya, tidaklah mereka ridho, sebelum Umat Islam menuruti jalan agama mereka. Mereka itu bisa senang pada lahir, kaya dalam benda, tetapi umat mereka jadi melarat karena kezaliman mereka. Lantaran itu, selamanya tidak akan terjadi kedamaian.”
Pandangan ini juga diperkuat dengan pendapat sikap dan keagamaan MUI sebagai lembaga
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 27 ~
Front Santri Indonesia - FSI
yang mewakili Ulama Indonesia yang diterbitkan pada Selasa, 11 Oktober 2016 serta ditandatangani langsung oleh Ketua Umum MUI Dr. KH. Ma’ruf Amin yang poin pertama menyatakan bahwa Al Quran Al Maidah 51 secara EKSPLISIT berisi larangan jadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin.
Masih banyak lagi Ulama yang menjadikan Al Maidah 51 dan ayat-ayat yang semakna, sebagai dalil HARAM menjadikan orang kafir sebagai pemangku kebijakan, pemegang wewenang, pejabat atau pemimpin bagi Umat Islam. Karenanya nampak jelas, bahwa lafadz awliya’ dalam ayat tersebut tidak hanya bermaksud kepada teman dekat atau sahabat setia saja, akan tetapi keumuman yang ada pada lafadz tersebut mencangkup pemangku kebijakan, pemegang wewenang, pejabat serta pemimpin. Sehingga, siapapun yang mengatakan bahwa menjadikan ayat ini sebagai dalil haram memilih pemimpin kafir adalah BOHONG, maka pada hakikatnya telah menuduh Ulama-Ulama besar, para Ahli Tafsir dan Fikih sebagai PEMBOHONG, dan memvonis Umat Islam yang beriman pada ayat tersebut sebagai dalil haram memilih pemimpin kafir
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 28 ~
Front Santri Indonesia - FSI
sebagai ORANG BODOH, karena mudah dan mau DIBOHONGIN, serta menuduh Al Maidah 51 yang sudah ditafsirkan sebagaimana mestinya sebagai ALAT KEBOHONGAN. Ini semua adalah PENISTAAN terhadap ISLAM, ULAMA dan MUSLIMIN.
MAKNA AWLIYA’ SECARA IMPLISIT
Andaikan sebagian kalangan tetap ngotot bahwa maksud dari lafadz awliya’ pada ayat tersebut bukan pemimpin tapi teman setia, meskipun sudah sangat jelas kami paparkan di atas, maka perlu diketahui bahwa Al Quran sebagai Nash (teks) Syariat jelas tidak hanya dipahami secara tersurat/eksplisit/tekstual (manthuq) saja, namun juga dipahami secara tersirat/implisit/kontekstual (mafhum). Sebagai contoh firman Allah SWT Surat Al Isra’ (23):
...     ...
“... maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah” ...” (QS. Al Isra’: 23)
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 29 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Secara eksplisit, tersurat dan tekstual, ayat tersebut menunjukkan tentang keharaman berkata “ah” atau mengeluh kepada orang tua. Di sisi lain, para Ulama juga memandang bahwa ayat tersebut secara tersirat, implisit dan konstekstual menunjukkan keharaman memukul orang tua. Mengapa demikian? Karena sebab diharamkannya mengeluh adalah menyakiti perasaan orang tua, tentunya unsur menyakiti juga ada pada memukul, bahkan lebih nampak. Sehingga, Ulama juga mengharamkan memukul orang tua dengan ayat yang sama.
Metode memahami Nash Syar’i seperti ini, oleh para Ulama disebut Mafhum Muwafaqoh atau dalam Madzhab Hanafi disebut Dalalah An Nash. Al Imam Az Zarkasyi dalam kitabnya Tasynif Al Masami’ (1/343) menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan pendapat di antara Ulama tentang keabsahan metode ini dalam pengambilan hukum.
Dalam konteks Al Maidah 51, jikalau ada yang bersikeras bahwa lafadz awliya’ secara eksplisit hanya berarti teman setia atau sahabat karib, maka dengan metode Mafhum Muwafaqoh kita bisa memahami bahwa ayat tersebut secara tersirat,
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 30 ~
Front Santri Indonesia - FSI
implisit dan kontekstual mencangkup keharaman memilih pemimpin kafir. Karena, jika sahabat karib kafir yang imbasnya hanya kepada perorangan saja tidak boleh, APALAGI pemimpin kafir yang imbasnya merambat ke seluruh warganya yang beragama Islam.
Dengan demikian, menjadi jelas, baik ditinjau secara tekstual atau kontekstual, eksplisit atau implisit, tersurat atau tersirat, Al Maidah 51 tetap menunjukkan HARAM MEMILIH PEMIMPIN KAFIR.
SYUBHAT
SEPUTAR PENAFSIRAN AL MAIDAH 51
A. SYUBHAT
“Al Maidah 51 turun dalam konteks perang, sebagaimana disebutkan dalam asbabun nuzul. Sedangkan NKRI adalah negeri yang damai, sehingga tidak tepat jika Al Maidah dijadikan dalil haram memilih pemimpin kafir di NKRI.”
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 31 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Jawaban:
Jika benar Al Maidah 51 turun saat keadaan perang, maka hal tersebut dalam kacamata Ushul Fikih, sebagai metodologi yang absah dalam pengambilan hukum, tidak masalah. Dalam ilmu Ushul Fikih ada kaidah:
الْعِبَْ ةُ بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ لََ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ
“Yang menjadi tolak ukur adalah keumuman redaksi, bukan kekhususan sebab.”
Kaidah ini disebutkan oleh banyak Ulama, termasuk Al Imam As Subki dalam kitabnya Al Ibhaj bi Syarhi Al Minhaj (2/185). Kaidah ini memberikan pemahaman, walaupun ayat tersebut turun karena sebab yang spesifik, namun yang menjadi tolak ukur adalah redaksi awliya’ yang bersifat umum, sehingga mencangkup sahabat setia, teman karib, orang kepercayaan, pejabat dan pemimpin. Karenanya, para Ulama menjadikan ayat tersebut dan ayat lain yang semakna, sebagai DALIL HARAM MEMILIH PEMIMPIN KAFIR.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 32 ~
Front Santri Indonesia - FSI
B. SYUBHAT
“Ayat ini hanya berlaku dalam sistem pemerintahan klasik yang ada pada zaman Rasul SAW, Sahabat dan Dinasti Islam. Adapun saat ini, NKRI adalah negara demokrasi. Situasi serta kondisinya sudah sangat berbeda. Sehingga, keadaan seperti ini tidak masuk dalam konteks ayat.”
Jawaban:
Allah SWT menurunkan Syariat-Nya yang tertuang dalam Al Quran sebagai pedoman hidup yang sudah pasti relevan dari masa ke masa, dari situasi ke situasi, serta kondisi ke kondisi lainnya. Karenanya, dalam Al Quran Allah SWT menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa Syariat diutus untuk seluruh umat manusia, tanpa mengenal sekat batas teritorial, suku dan waktu. Allah SWT berfirman:
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 33 ~
Front Santri Indonesia - FSI
“Dan tidaklah Kami mengutusmu kecuali untuk seluruh manusia sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa peringatan, akan tetapi banyak manusia tidak mengetahui.” (QS. As Saba: 28)
Sehingga, menjadi sebuah keniscayaan bahwa semua yang digariskan dalam Al Quran, termasuk keharaman memilih pemimpin kafir adalah relevan, dan akan selalu relevan, kapanpun, dimanapun hingga hari Kiamat, dan apapun konsep bernegara yang diterapkan. Jika ditinjau dari sudut pandang ilmu Ushul Fikih, Syeikhul Islam Zakariya Al Anshari dalam Ghoyatul Wushul (hlm. 288) menyebutkan:
عُمُوْمُ الَْْشْخَاصِ يَسْتَلْزِمُ عُمُوْمُ الَْْحْوَالِ وَالَْْزْمِنَةِ وَالَْْمْكِنَةِ .
“Keumuman yang ada pada lafadz (sehingga mencakup berbagai cakupannya), secara otomatis membuatnya bersifat umum (mencakup) segala keadaan, tempat dan waktu.”
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 34 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Artinya, jika lafadz awliya’ yang mencakup makna pemimpin, maka keharaman memilih pemimpin tersebut berlaku lintas situasi, kondisi, tempat dan waktu. Lebih dari itu, ‘illat (alasan) yang menjadikan kafir tidak boleh jadi pemimpin adalah kekafirannya itu sendiri, sebagaimana nukilan kami sebelumnya dari Al Imam Al Mawardi (lihat Al Hawi Al Kabir 8/494), sehingga selama ‘illat kekafiran itu ada dan melekat pada diri si kafir, maka hukum haram memilih pemimpin kafir akan tetap berlaku. Karenanya, kita telah ketahui bersama bahwa semenjak zaman Sahabat hingga zaman Buya Hamka dan MUI, para Ulama tetap sepakat menjadikan Al Maidah 51 dan lainnya yang semakna sebagai DALIL HARAM MEMILIH PEMIMPIN KAFIR.
C. SYUBHAT
“Dalam konteks memilih pemimpin kafir, Prof. Dr. Quraisy Syihab (disingkat QS) dalam wawancara yang dimuat di media online, Beliau menjawab: “Kita lihat, jika mereka juga menginginkan kemaslahatan untuk kita, boleh tidak kita bersahabat? Quraisy Syihab meneruskan: “Jika antara pilot pesawat yang pandai namun kafir, dan pilot kurang pandai yang muslim, pilih mana? (sontak jamaah yang hadir pun tertawa)
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 35 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Atau pilih antara dokter Nasrani yang kaya pengalaman, dan dokter muslim tapi minim pengalaman.” Dalam konteks seperti ini, bagi Quraisy Syihab tidak dilarang. Yang terlarang ialah melebur, sehingga tidak ada lagi perbedaan termasuk dalam kepribadian dan keyakinan. Karena tidak ada lagi batas, kita menyampaikan hal-hal yang berupa rahasia pada mereka. Itu yang terlarang.”
Jawaban:
Dewan Pakar Aswaja Centre PWNU Jawa Timur; KH. Idrus Ramli menjawab dengan sangat gamblang. Beliau berkata bahwa jawaban QS di atas tidak memberikan jawaban, tidak mendidik layaknya seorang pakar, bahkan cenderung lari dari persoalan. Dalam ilmu logika atau ilmu jalad, pertanyaan yang bersifat general atau umum, tidak boleh dijawab dengan jawaban yang bersifat spesifik atau khusus dengan merujuk permasalahan tertentu. Karena akan memberikan banyak ruang yang tak terjawab, bahkan jawaban itu sama dengan lari dari persoalan yang ditanyakan.
Jika kita perhatikan, dialog di atas mempertanyakan hal yang bersifat umum, yaitu
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 36 ~
Front Santri Indonesia - FSI
“seandainya orang kafir menginginkan kemaslahatan kepada kita, bolehkah kita bersahabat?” Jawaban dari pertanyaan ini seharusnya juga bersifat umum, tidak dilokalisir pada kasus tertentu seperti pilot atau dokter sebagaimana jawaban QS di atas. Persoalan seperti ini telah dijelaskan oleh para Ulama tentang hukum persahabatan dengan non-Muslim. Al Imam Ibnu Hajar Al Haitami berkata dalam Asna Al Mathalib fi Shilah Al Aqarib (hlm. 237):
قَالُوْا أَيْ أَئِمَّتُنَا : وَيََْرُمُ مَوَادَّةُ الْكَافِرِ بِالْقَلْبِ وَيُكْرَهُ بِالظَّاهِرِ ، وَقِيَاسُهُ
أَنَّهُ يََْرُمُ مَوَادَّةُ الْفَاسِقِ وَالْمُبْتَدِعِ إِلََّ لِغَرْضٍ صَالِحٍ كَكَوْنِهِ قَرِيْبًا
وَكَالنَّظَرِ إِلََ مِنَّةِ اللهِ تَعَالََ عَلَيْهِ بِالِْْسْلََمِ وَتَوْفِيْقِهِ لَهُ
“Para imam kami berkata: “Haram hukumnya bersahabat dengan orang kafir secara batin, dan makruh secara lahiriyah. Analoginya, haram pula bersahabat dengan orang fasik dan ahli bid’ah dengan hati, kecuali karena tujuan yang baik, seperti dengan kerabat, atau dugaan kuat ia akan memperoleh hidayah, dan seperti melihat pemberian dan pertolongan Allah kepadanya dengan Islam.”
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 37 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Paparan di atas menjelaskan bahwa bersahabat dengan beda agama adalah MAKRUH dalam hubungan lahiriyah, dan HARAM dalam hubungan batiniyah, yaitu ketika saling mengetahui rahasia satu sama lain, saling mengasihi dan saling memihak.
Sedangkan hubungan transaksi seperti jual beli, berobat, mengikuti mereka sebagai pilot, dsb, hal ini tidak termasuk menjadikan mereka sebagai awliya’ yang dilarang dalam Al Quran. Syaikh Muhammad At Thahir bin ‘Asyur ketika menafsirkan Al Maidah 51 dalam tafsirnya Al Tahrir wa Al Tanwir (6/213) berkata:
وَأَدْنَى دَرَجَا الْمُوَالََةِ الْمُخَالَطَةُ وَالْمُلََبَسَ ةُ فِِ التِّجَارَةِ وَنَحْوِهَا ،
وَدُوْنَ ذلِكَ مَا لَيْسَ بِمُوَالََةٍ أَصْلًَ ، وَهُوَ الْمُعَامَلَةُ . وَقَدْ عَامَلَ النَّبِيُّ
صَلََّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَُُّوْدَ خَيْبََ مُسَاقَاةً عَلََ نَخْلِ خَيْبََ ، وَقَدْ بَيَّنَّا شَيْئًا
مِنْ تَفْصِ يْلِ هذَا عِنْدَ قَوْلِهِ تَعَالََ : لََ يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُوْنَ الْكَافِرِيْنَ أَوْلِيَاءَ
سُوْرَةِ آلِ عِمْرَانَ .
مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيَْْ فِِ
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 38 ~
Front Santri Indonesia - FSI
“Persahabatan yang paling rendah derajatnya adalah bekerjasama (dengan non-Muslim) dan berbaur dalam perdagangan dan semacamnya. Di bawah itu ada yang bukan muwalat (pertemanan sejati yang dilarang) sama sekali, yaitu muamalah. Nabi shallallaahu’alaihi wasallam telah bermuamalah dengan Yahudi Khaibar dengan akad musaqat, mempekerjakan mereka untuk menyiram pertanian kurma di Khaibar. Kami telah menjelaskan sebagian rincian hal ini pada firman Allah: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin,” (QS. Ali Imran: 28).”
Walhasil, paparan di atas menjelaskan berbagai macam muamalah dan transaksi harian seperti jual beli, bekerja sebagai buruh, berobat dsb, dan tidak termasuk pada wilayah muwalah atau awliya’ yang dilarang pada Al Maidah 51.
***
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 39 ~
Front Santri Indonesia - FSI
2. Bolehkah muslim DKI Jakarta memilih Gubernur Non-Muslim?
Setelah membaca paparan ilmiah di atas, tentunya tak ada keraguan sedikitpun bahwa Al Quran sebagai kitab suci umat Islam dan sumber hukum utama dalam Islam telah menegaskan bahwa memilih pemimpin non-Muslim hukumnya HARAM. Namun dalam menjawab pertanyaan ini, ada beberapa syubhat yang dilontarkan oleh penulis buku 7 Dalil, sehingga ia mengambil kesimpulan yang rancu bahwa memilih gubernur non-Muslim hukumnya boleh. Berikut syubhat-syubhat rapuh yang dituangkan penulis serta bantahannya secara ilmiah:
A. SYUBHAT
“Boleh memilih pemimpin kafir dengan dalil kaidah Fikih:
تَصَُّْفُ الِْْمَامِ عَلََ الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
Yang artinya kebijakan pemimpin bergantung pada kemaslaatan untuk rakyat”
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 40 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Jawaban:
Sebelum menjawab hal tersebut, kita harus tahu bahwa kaidah ini dimuat oleh Al Hafidz As Suyuthi dalam kitabnya Al Asybah wa An Nadzhair (1/121) dan Al Imam Az Zarkasyi dalam kitabnya Al Mantsur fi Al Qowaid Al Fiqhiyyah (1/309) yang intinya adalah kebijakan pemimpin atau pemerintah untuk rakyat harus berdasarkan kemaslahatan. Kaidah ini juga disebutkan oleh Al Imam Tajuddin As Subki di kitab yang sama (1/310) dengan redaksi berikut:
كُلُّ مُتَصَِّْفٍ عَنِ الْغَيِْْ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصََّْفَ بِالْمَصْلَحَةِ
“Setiap yang membuat kebijakan atau melakukan sesuatu mewakili kepentingan orang lain, maka wajib berdasarkan kemaslahatan”
Maksud dari kaidah tersebut menjelaskan bahwa Syariat mengharuskan kepada para pemimpin juga segenap unsur pemerintahan untuk mendasari setiap tindak-tanduk serta kebijakannya dengan kemaslahatan masyarakat umum. Al Imam As Suyuthi mencontohkan kaidah ini dengan kasus penyaluran dana dari baitul mal, maka wajib bagi Waliyul Amr
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 41 ~
Front Santri Indonesia - FSI
untuk mendahulukan orang yang sangat butuh atas yang hanya sekedar butuh, demi tegaknya kemaslahatan. Dalam konteks ini, Sulthonul Ulama Al ‘Izz bin Abdissalam dalam kitabnya Qowaid Al Ahkam (2/158) berkata: “Dari kaidah ini menjadi jelas bahwa para pemimpin atau yang mewakili, wajib mengambil kebijakan yang paling membawa kemaslahatan bagi rakyatnya, demi menghindari mudarat dan mendapatkan manfaat. Selama ia mampu memberikan yang terbaik (ashlah), maka tidak boleh hanya berhenti pada yang baik (sholah).” Kemudian Beliau berkata: “Karena perhatian Syariat terhadap maslahat umum jauh lebih besar dari maslahat pribadi, sehingga setiap perbuatan yang berujung pada terjadinya kerusakan atau hilangnya kebaikan adalah perbuatan yang dilarang oleh Syariat, seperti menghamburkan harta tanpa faidah.”
Dari paparan di atas, kita dapat pahami bahwa objek dari kaidah ini adalah KEBIJAKAN dan PROGRAM, BUKAN KRITERIA, APALAGI SYARAT MUTLAK seorang pemimpin. Sehingga penggunaan kaidah tersebut sebagai dalil boleh memilih pemimpin kafir asal membawa maslahat adalah SALAH ALAMAT alias MANIPULASI HUJJAH alias
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 42 ~
Front Santri Indonesia - FSI
KORUPSI DALIL, karena meletakan dalil bukan pada tempatnya.
B. SYUBHAT
“Terlepas dari kaidah di atas, kalangan liberal juga berdalih: “Selama mampu membawa maslahat, kepemimpinan non-Muslim (termasuk gubernur) tidak jadi masalah, karena “maslahat” merupakan salah satu dasar pengambilan hukum dalam Islam.” Argumen ini seringkali didengungkan. Benarkan demikian?”
Jawaban:
Pada dasarnya, Syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW hadir untuk memberikan KEMASLAHATAN bagi Bani Adam, kapanpun, dimanapun serta dalam keadaan apapun. Namun kita tidak bisa seenaknya menafsirkan maslahat sesuai hawa nafsu. Al Imam As Syathibi sebagai Bapak Ilmu Maqashid As Syariah dalam karya monumentalnya Al Muwafaqot menggariskan bahwa maslahat yang mu’tabaroh (otoritatif) dalam prespektif Syariat adalah maslahat duniawi yang dapat mengantarkan pada maslahat ukhrawi. Dalam arti, maslahat tersebut tidak hanya berimplikasi pada kebaikan di dunia, namun dimensinya mencakup mashalat dunia dan
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 43 ~
Front Santri Indonesia - FSI
akhirat, karena maslahat yang diusung Syariat sifatnya adalah muhaqqaqah (pasti), serta berujung pada kebahagiaan abadi. Sedangkan maslahat yang nampak melalui kacamata hawa nafsu, bagaikan fatamorgana (mawhumah), bersifat menipu dan hanya kenikmatan sesaat yang berujung malapetaka.
Beranjak dari hal tersebut, dalam disertasinya (Disertasi ini mendapatkan predikat Cum Laude dari Universitas Al Azhar Mesir) yang berjudul Dhowabith Al Maslahah (hlm. 129 dan 161), Prof. Dr. Al Imam Muhammad Sa’id Romadhon Al Buthi menjelaskan bahwa salah satu syarat diakuinya sebuah maslahat dalam pandangan Syariat adalah tidak bertentangan dengan Al Quran dan As Sunnah. Bahkan, Prof. Dr. Musthofa Diib Al Bugho dalam disertasinya (yang juga mendapat predikat Cum Laude dari Universitas Al Azhar Mesir); Atsar Al Adillah Al Mukhtalaf fiihaa (hlm. 33) menegaskan bahwa mashalat yang bertentangan dengan Al Quran dan As Sunnah (Nash Syar’i) dikategorikan sebagai Maslahat Mulgoh, yaitu maslahat yang diabaikan dan ditolak. Hal ini sudah menjadi konsensus atau kesepakatan para Ulama.
Kembali ke pembahasan pemimpin kafir (dalam hal ini gubernur), andai ada segelintir orang
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 44 ~
Front Santri Indonesia - FSI
yang bersikeras bahwa memilih pemimpin kafir membawa maslahat (meskipun secara fakta membawa mudarat yang lebih besar), maka kemaslahatan tersebut secara terang-terangan BERTENTANGAN dengan ayat-ayat Al Quran yang keras melarang Umat Islam untuk memilih pemimpin kafir. Sedangkan Syariat tidaklah melarang suatu hal kecuali karena ada mudarat yang besar di baliknya.
Kesimpulannya, apa yang diklaim sebagai maslahat di balik memilih pemimpin kafir, tidak lain hanyalah maslahat mulghoh yang ditolak dan diabaikan oleh Syariat. Bahkan pada hakikatnya, hal tersebut bukanlah maslahat, akan tetapi mudarat.
C. SYUBHAT
“Sebagian kalangan juga menjadikan pernyataan Al Imam Al Mawardi dalam kitabnya Al Ahkam As Sulthoniyyah sebagai dalil yang melegalkan kepemimpinan gubernur kafir. Mereka beralasan bahwa Al Imam Al Mawardi membolehkan Wazir Tanfidz dari kalangan non-Muslim. Sehingga, gubernur non-Muslim dalam konteks kekinian, juga diperbolehkan.”
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 45 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Jawaban:
Argumen ini sangatlah rapuh dan dapat dipatahkan dengan paparan berikut:
Pemilihan gubernur dengan posisi serta kewenangan yang dimiliki dalam konteks negara sistem demokrasi merupakan realita yang tidak diulas secara spesifik dalam literatur fikih klasik. Karenanya, masalah tersebut masuk dalam kategori Fikih Nawazil, yaitu fikih yang mengkaji permasalahan kontemporer yang tidak terjadi di masa lampau, sehingga membutuhkan tinjauan khusus dalam menentukan hukum, baik melalui ijtihad atau mengorelasikannya dengan masalah serupa yang pernah dirumuskan oleh para Ulama pendahulu (ilhaqul mas’alah bi nadhoiriha).
Dr. Musthafa Hamid bin Sumaith dalam bukunya Al Madkhal ilaa Fiqh An Nawazil menjelaskan bahwa penelitian hukum untuk sebuah nazilah (-yaitu: realita baru yang sedang dikaji hukumnya) wajib melalui tiga fase; 1. Tashawwur, yaitu deskripsi masalah secara utuh, 2. Takyiif, yaitu menentukan kategori masalah dalam prespektif dan terminologi Syariat, seperti bunga bank yang masuk
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 46 ~
Front Santri Indonesia - FSI
dalam kategori qirodh (pinjam meminjam), 3. Tathbiq, yaitu penentuan hukum pada masalah yang sedang dikaji.
Tashawwur yang keliru akan berimbas pada takyiif yang keliru. Dan takyiif yang keliru juga akan berujung pada tathbiq yang keliru pula. Artinya, tathbiq yang benar hanya terlahir dari takyiif yang benar, yang hanya bergantung pada tashawwur yang benar.
Al Imam Al Mawardi dalam hal ini menjelaskan bahwa struktur pemerintahan Islam meliputi Imam, Wazir Tafwidh, Wazir Tanfidz serta Amirul Balad, masing-masing memiliki tipologi dan karakteritik tersendiri, sesuai dengan sistem pemerintahan pada saat itu. Beliau menyebutkan bahwa Imam, Wazir Tafwidh dan Amirul Balad disyaratkan harus seorang muslim, sedangkan Wazir Tanfidz boleh dari kalangan kafir dzimmi. Namun, demi memenuhi syahwat politik, kaum liberal melakukan takyiif yang amburadul dan asal-asalan, tanpa berpikir panjang. Sehingga mengkategorikan gubernur dalam sistem pemerintahan modern, sama seperti posisi wazir tanfidz dalam kepemimpinan klasik. Dampaknya akan berimbas pada kebolehan pemimpin kafir atas
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 47 ~
Front Santri Indonesia - FSI
muslim, dan ini adalah SALAH. Jika merujuk pada karakter dan kewenangan wazir tanfidz yang digambarkan oleh Al Imam Al Mawardi, sangatlah jauh dengan karakter dan kewenangan yang dimiliki oleh gubernur era modern. Apalagi gubernur di daerah khusus atau Ibu Kota Negara seperti DKI Jakarta. Wazir tanfidz dalam prespektif Al Mawardi tidak lain hanyalah perantara dan pelaksana kebijakan Imam, bukan seorang pembuat kebijakan, dan bukan pula orang yang mengalokasikan kas negara/daerah untuk proyek tertentu, dll. (lihat Al Ahkam As Sulthoniyyah hlm. 56). Berbeda dengan gubernur era modern. Seperti gubernur di Indonesia yang memiliki wewenang untuk merancang, membuat bahkan mengesahkan kebijakan di berbagai sektor daerah kepemimpinannya, bahkan dapat mengalokasikan dana kas daerah, dan membawahi seluruh lembaga keagamaan di daerahnya, dll. Sehingga, mengkategorikan gubernur dalam sistem pemerintahan modern sebagai wazir tanfidz dalam pemerintahan klasik adalah TAKYIIF ASAL-ASALAN, alias AMBURADUL, dan pasti akan berujung pada hasil yang NGAWUR.
Andai ingin dipaksakan (meski jelas hal tersebut salah) bahwa gubernur masuk dalam
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 48 ~
Front Santri Indonesia - FSI
kategori wazir tanfidz, maka salah satu syarat yang diharuskan , seperti yang diutarakan oleh Al Imam Al Mawardi, adalah tidak ada permusuhan serta kedengkian antara dirinya dan masyarakat.
أَنْ يَسْلَمَ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيَْْ النَّا مِنَ الْعَدَاوَةِ وَالشَّحْنَاءِ
“Harus terbebas antara dia (wazir tanfidz) dan rakyat dari permusuhan dan dendam kesumat.”
Dalam hal ini sudah menjadi rahasia umum bahwa sosok gubernur yang dibela oleh kaum liberal (-yaitu: Ahok) selalu menunjukkan permusuhan terhadap semua kalangan. Lebih dari itu, Al Imam Al Mawardi juga mensyaratkan si wazir tanfidz bukan termasuk Ahlil Ahwa’ (orang yang mengikuti hawa nafsu). Syarat ini sangat bertentangan dengan perilaku Ahok yang berusaha legalkan prostitusi, legalisasi serta peningkatan distribusi miras, kata-kata kotor, hingga penistaan ayat suci, yang semuanya adalah murni produk hawa nafsu. Jadi, meski dipaksa pun, tetap tidak memenuhi syarat, sehingga menjadi pemaksaan di atas pemaksaan.
Terlepas dari pemaparan di atas, ada catatan penting yang perlu diketahui, bahwa betul Al Imam Al
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 49 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Mawardi memperbolehkan wazir tanfidz dari kalangan kafir dzimmi, namun pendapat tersebut secara eksplisit dan spesifik dapat disanggah dengan SANGAT KERAS, LUGAS dan TEGAS oleh Imam Al Haramain Abu Al Ma’ali Al Juwaini dalam kitabnya Ghiyatsul Umam (hlm. 114-116), lengkap dengan dalil Al Quran, As Sunnah dan Al Qiyas. Bahkan Imam Al Haramain menganggap Imam Al Mawardi terpeleset dalam masalah ini ( ٌ لْيِق َ م ا َ هَل َ سْيَل ٌة َ رْث َ ع).
D. SYUBHAT
“Pada akhir pertanyaan pertama dari buku saku “7 Dalil Umat Islam DKI dalam Memilih Gubernur” penulis mengatakan: “Demikian pula dalam pandangan Nahdatul Ulama tahun 1999, disebutkan: “Memilih pemimpin non-Muslim selama tokoh itu dianggap tidak jadi ancaman bagi Umat Islam, BOLEH.”
Jawaban:
Kali ini penulis liberal BERBOHONG atas nama NU. Padahal jika merujuk pada Keputusan Bahtsul Masail Muktamar XXX NU Tahun 1999 di PP. Lirboyo, Kediri, Jawa Timur menetapkan bahwa Umat
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 50 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Islam HARAM menguasakan urusan kenegaraan kepada non-Muslim, kecuali dalam keadaan DARURAT, yaitu dalam bidang yang betul-betul tidak bisa ditangani sendiri oleh orang Islam secara langsung atau tidak langsung karena faktor kemampuan, dengan catatan harus dengan mekanisme kontrol yang sangat ketat, sehingga tidak menindas satu orang pun dari Umat Islam, atau memposisikan diri lebih tinggi dari seorang muslim. Putusan ini diambil dari beberapa referensi otoritatif (mu’tabaroh) dalam Madzhab Syafi’i, seperti kitab Tuhfah Al Muhtaj karya Al Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Kanzu Al Ragibin karya Al Imam Jalaluddin Al Mahalli, Hasyiah Syarwani ‘ala Tuhfati Al Muhtaj, Hasyiyah Qolyubi, dll.
Keputusan ini juga diperkuat dan dipertegas melalui hasil Bahtsul Masail PCNU Kota Surabaya (25 September 2016) yang memutuskan bahwa hukum memilih pemimpin seperti Bupati atau Walikota beserta wakilnya, Gubernur dan atau Wakilnya serta Presiden dan atau Wakilnya non-Muslim adalah HARAM. Bahkan dalam Bahtsul Masail ini juga ditetapkan bahwa hukum memilih calon wakil rakyat seperti DPR, DPD atau DPRD non-Muslim adalah HARAM. Begitu juga orang Islam, HARAM menjadi
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 51 ~
Front Santri Indonesia - FSI
tim sukses calon pemimpin atau wakil rakyat non-Muslim, karena termasuk kategori tolong menolong dalam kemungkaran.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa demi membela gubernur kafir, penulis liberal dalam buku saku tersebut telah terang-terangan lakukan KORUPSI DALIL dan PERAMPOKAN ARGUMEN.
***
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 52 ~
Front Santri Indonesia - FSI
3. Apakah keimanan Umat Islam DKI akan hilang dengan memilih Gubernur Non-Muslim?
Betul, apa yang dikatakan penulis Buku 7 dalil, dengan mengutip pernyataan Al Imam Al Juwaini, Al Imam Al Ghozali dan Syekh Ibnu Taimiyyah bahwa memilih pemimpin non-Muslim tidak menyebabkan seseorang otomatis kehilangan Imannya atau murtad keluar dari agama Islam. Karena memilih pemimpin non-Muslim adalah perbuatan HARAM yang menyebabkan dosa. Dan menurut Ahlusunnah wal Jamaah, melakukan dosa besar sekalipun tidak serta merta menyebabkan seseorang divonis murtad, keluar dari Islam.
Namun ada yang menarik, penulis 7 Dalil mengambil kesimpulan dari hal tersebut bahwa selama tidak menyebabkan murtad maka tidak menjadi masalah memilih pemimpin non-Muslim, dengan catatan ia memiliki kecakapan, adil serta mampu membawa masalahat.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 53 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Jika dilihat melalui kacamata Ilmu Manthiq (Ilmu Logika), kesimpulan ini sangatlah menggelitik, tak ubahnya balita berusia 4 tahun yang mengatakan bahwa 1 + 1 = 11.
Dengan pola berpikir seperti ini, secara tidak langsung penulis menyimpulkan bahwa boleh minum minuman keras karena tidak menyebabkan orang murtad, boleh berzina karena tidak menyebabkan orang murtad, boleh membunuh karena tidak menyebabkan orang murtad, boleh merampok karena tidak menyebabkan orang murtad. Pola berpikir semacam ini layak dinamakan sebagai KECACATAN LOGIKA.
Memilih pemimpin non-Muslim hukumnya haram meski tidak menyebabkan seseorang murtad, kecuali jika membenarkan keyakinan si non-Muslim tersebut. Sama halnya seperti menenggak miras, berzina, berjudi, membunuh, dsb. juga haram meski tidak menyebabkan murtad. Hal yang tidak menyebabkan murtad bukan berarti boleh dilakukan, namum seorang muslim wajib patuh pada perintah Allah dan menjauhi apa yang diharamkan oleh Allah SWT. Jika tidak, maka Allah telah menyiapkan azab di dunia juga di akhirat bagi siapapun yang melanggar
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 54 ~
Front Santri Indonesia - FSI
terlebih meremehkan hukumnya. Meski tidak otomatis menyebabkan murtad, namun Ulama Ahlusunnah wal Jamaah mengatakan bahwa kemaksiatan dapat menggerus keimanan sedikit demi sedikit, sehingga orang yang selalu bermaksiat kepada Allah dikhawatirkan akan mati dalam keadaan Su-ul Khotimah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita.
***
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 55 ~
Front Santri Indonesia - FSI
4. Pernahkah ada Gubernur non-Muslim dalam sejarah Khilafah Islamiyyah?
SYUBHAT
“Di bawah kekuasaan Al Mu’tadhid, Khalifah ‘Abbasiyyah ke 16, seorang Nasrani taat bernama Umar bin Yusuf diangkat sebagai Gubernur Provinsi Al Anbar Irak. Nashr bin Harun juga seorang Nasrani, bahkan dipercaya menjadi perdana menteri pada masa ‘Adud Ad Daulah, penguasa terbesar Dinasti Buyid di Iran. Sehingga sejarah mencatat beberapa pemimpin serta gubernur kafir pada masa khilafah. Kalau pada zaman khilafah saja boleh, apalagi untuk NKRI di abad 21 ini?!”
Jawaban:
Dalam Islam, pengambilan hukum harus melalui sumber-sumber yang diakui oleh Syariat, baik sumber hukum yang disepakati (Al Muttafaq ‘alaihi) yaitu Al Quran, As Sunnah, Al Ijma’ dan Al Qiyas, atau sumber yang diperselisihkan (Al Mukhtalaf fiih), yakni
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 56 ~
Front Santri Indonesia - FSI
diakui oleh sebagian Ulama Mujtahid dan ditolak oleh Ulama lainnya, seperti Al Masholih Al Mursalah, Al Istihsan, Saddu Ad Dzari’ah, Qoul As Shohabi, ‘Amal Ahli Madinah, Al Akhdzu bi Aqolli Maa Qiila, Al Istishab, dll. Sehingga setiap hukum yang tidak berdasarkan sumber hukum di atas, dengan segudang syarat dan ketentuan yang diatur secara detail dalam ilmu Ushul Fikih adalah PRODUK HUKUM ILEGAL, terlebih jika jelas-jelas bertentangan dengan Al Quran dan As Sunnah.
Dalam konteks ini, syubhat yang digaungkan oleh kaum liberal tersebut, mulai dari televisi, medsos hingga buku saku yang diterbitkan RELANU, merupakan dalil yang ILEGAL dalam pandangan Syariat. Mengapa demikian? Karena dari sekian sumber hukum yang ada, baik yang disepakati ataupun diperselisihkan, TIDAK ADA SATUPUN Ulama yang menjadikan kebijakan khalifah (selain Sahabat Nabi), baik Dinasti Umayyah, ‘Abbasiyyah, Fathimiyyah, Buyid, dsb. sebagai SUMBER HUKUM. Karena tidak ada dalil atau indikator yang menjadikan kebijakan mereka sebagai sumber hukum, disamping para khalifah tersebut tidak ma’shum. Mereka bisa benar bisa salah, bisa taat bisa maksiat, bahkan sejarah banyak mencatat beberapa
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 57 ~
Front Santri Indonesia - FSI
pemimpin dinasti-dinasti Islam masa lampau yang hidup hura-hura, berlumurkan maksiat dan kefasikan, meskipun banyak pula yang soleh dan adil.
Andai semua catatan sejarah pengangkatan pemimpin kafir adalah valid, maka kebijakan tersebut merupakan KEBIJAKAN KELIRU serta MENYIMPANG di mata Syariat. Karena jelas bertentangan dengan Al Quran. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa pendapat liberal yang membolehkan pemimpin kafir atas muslim adalah pendapat NGAWUR, karena dibangun atas dasar yang NGAWUR.
***
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 58 ~
Front Santri Indonesia - FSI
5. Bagaimana menentukan pilihan pemimpin (Nashbul Imam) menurut Islam Ahlusunnnah wal Jamaah?
Pada Mukaddimah, kami telah menjelaskan meski dalam pandangan Syariat seorang pemimpin harus beragama Islam, bukan berarti kita dapat memilih pemimpin muslim dengan sembarangan dan asal-asalan. Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin selain harus beragama Islam, juga harus memenuhi berbagai kriteria yang dapat mengantarkan kepada kesejahteraan rakyatnya.
Al Imam Al Mawardi dalam kitabnya Al Ahkam As Sulthoniyyah (hlm. 32) menyebutkan beberapa syarat pemimpin. Pertama beliau sebutkan: dapat memenuhi kriteria Al ‘Adalah. Dalam terminologi Fikih, Al ‘Adalah yaitu seorang muslim yang tidak melakukan dosa besar, tidak terus menerus melakukan dosa kecil serta menjaga muru’ah (wibawa sesuai dengan status sosial dan jabatannya).
Ibnu Kholdun dalam Mukadimah-nya yang populer (hlm. 98) juga menyebutkan beberapa syarat seorang pemimpin, diantaranya:
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 59 ~
Front Santri Indonesia - FSI
1. Memiliki pengetahuan luas.
2. Memenuhi kriteria ‘Adalah.
3. Mampu melaksanakan tugas sebagai pemimpin.
4. Sehat fisik dan memiliki panca indra yang lengkap.
Konsensus Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Padang Panjang (26 Januari 2009), disebutkan bahwa memilih pemimpin beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah) dan memperjuangkan kepentingan Umat Islam, hukumnya adalah WAJIB.
Dalam buku saku 7 Dalil disebutkan bahwa Ibnu Taimiyah mengatakan: “Sesungguhnya Allah menyokong negara yang adil meskipun kafir (pemimpinnya), dan tidak mendukung negara yang zalim meskipun muslim (pemimpinnya). Dunia itu akan tegak dengan memadukan antara kekufuran dan keadilan, dan dunia tidak dapat tegak dengan modal kezaliman dan keislaman.” Kemudian penulis menyimpulkan bahwa kalimat Ibnu Taimiyah di atas kiranya memberikan isyarat bahwa kepala negara yang mampu menegakkan keadilan meskipun non-
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 60 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Muslim lebih baik daripada kepala negara yang beragama Islam tetapi tidak mampu menegakkan keadilan.
Di sini perlu dijelaskan bahwa apa yang dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah dengan apa yang disimpulkan oleh penulis buku tersebut sangat berbanding terbalik (lihat habibrizieq.com). Kesimpulan penulis liberal ini jauh dari kebenaran Syar’i, karena:
1. Ibnu Taimiyah TIDAK PERNAH memfatwakan “orang kafir boleh memimpin Umat Islam.”
2. Ibnu Taimiyah sedang menegaskan tentang pentingnya KEADILAN dan bahayanya KEZALIMAN untuk umat manusia, apapun agamanya, BUKAN MEMBENARKAN KEKAFIRAN DI ATAS KEISLAMAN.
3. Ibnu Taimiyah menegaskan tentang indahnya KEADILAN walau ditegakkan oleh orang kafir, bukan keindahan KEKAFIRAN.
4. Ibnu Taimiyah menegaskan tentang jeleknya KEZALIMAN walau dilakukan oleh muslim, bukan keindahan KEKAFIRAN.
5. Ibnu Taimiyah sedang memberi jawaban tentang FAKTA adanya negara kafir yang sejahtera
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 61 ~
Front Santri Indonesia - FSI
karena penegakan keadilan, dan tentang FAKTA adanya negara muslim yang tidak sejahtera karena adanya kezaliman. BUKAN MEMBENARKAN NEGERI MUSLIM DIPIMPIN OLEH ORANG KAFIR.
6. Ibnu Taimiyah sedang menjelaskan bahwa Allah menyukai KEADILAN datang dari siapapun, dan membenci KEZALIMAN datang dari siapapun.
7. Penulis liberal telah keliru dalam menerjemahkan pernyataan Ibnu Taimiyah, sehingga “walaupun negara kafir” diartikan menjadi “walaupun dipimpin kafir”, dan “walaupun negara muslim” diartikan menjadi “walaupun dipimpin muslim.”
8. Penulis liberal juga telah keliru dalam mengambil kesimpulan, sehingga “keindahan keadilan walau bersama kekafiran” dipahami sebagai “keindahan kekafiran.”
9. Penulis liberal juga telah keliru dalam mengambil kesimpulan, sehingga “kejelekan kezaliman walau bersama keislaman” dipahami sebagai “kejelekan Islam.”
10. ANDAIKATA benar maksud pernyataan Ibnu Taimiyah seperti apa yang disimpulkan penulis liberal, maka tetap TIDAK BOLEH DIJADIKAN DALIL, karena Ibnu Taimiyah tidak ma’shum,
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 62 ~
Front Santri Indonesia - FSI
apalagi pernyataan tersebut bertentangan dengan Al Quran.
11. Pernyataan “lebih baik pemimpin kafir asal adil daripada pemimpin muslim tapi zalim” adalah PENDANGKALAN AKIDAH. Karena nanti berimbas kepada wanita muslimah yang ikut menyimpulkan “kalau begitu, lebih baik punya suami kafir asal setia daripada suami muslim tapi khianat,” dan bisa jadi pemuda muslim pun ikut menyimpulkan “kalau begitu, lebih baik jadi kafir asal kaya raya daripada muslim tapi miskin melarat.”
12. Pernyataan “lebih baik pemimpin kafir asal adil daripada pemimpin muslim tapi zalim” adalah PEMBODOHAN UMAT, karena ingin memberikan kesan seolah pemimpin kafir itu semuanya bagus, sedang pemimpin muslim semuanya jelek. Padahal pemimpin muslim yang baik sangat banyak sekali, dan tidak sedikit pemimpin kafir yang jahat sekali.
13. Pernyataan “lebih baik pemimpin kafir asal adil daripada pemimpin muslim tapi zalim” adalah TIDAK ILMIAH. Karena perbandingan yang ditawarkan sangat tidak apple to apple, yaitu perbandingan yang tidak sehat dan tidak
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 63 ~
Front Santri Indonesia - FSI
seimbang. Membandingkan si Adil dengan si Zalim sama saja dengan membandingkan harumnya durian dengan baunya kotoran. Mestinya, adil dibandingkan dengan adil, zalim dengan zalim. Sehingga perbandingannya menjadi seperti ini: “Mana yang lebih baik, pemimpin muslim adil atau pemimpin kafir adil? Dan mana yang lebih jelek, pemimpin muslim zalim atau pemimpin kafir zalim?”
***
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 64 ~
Front Santri Indonesia - FSI
6. Bagaimana posisi agama Islam dalam NKRI yang berasas Pancasila?
Segelintir orang mengatakan bahwa dengan kita hidup di NKRI, maka ketaatan pada NKRI adalah mutlak, tidak dapat ditawar, termasuk mengakui kebenaran konstitusi yang memberikan ruang konstitusional pada non-Muslim untuk menjadi pemimpin atas muslim di wilayah mayoritas muslim, baik sebagai Bupati, Walikota, Gubernur bahkan Presiden.
Betul, kita memang hidup di NKRI, dan WAJIB taat pada konstitusi. Namun ketaatan pada konstitusi negara bagi seorang muslim tidaklah bersifat mutlak. Ketaatan kepada konstitusi menjadi wajib selama tidak bertentangan dengan Kalam Ilahi, Hadist Nabawi dan Syariat Islami. Karena bagi seorang muslim, AYAT SUCI DI ATAS AYAT KONSTITUSI. Sebab, Ayat Suci adalah Wahyu Ilahi, yang merupakan harga mati, wajib dipatuhi, wajib ditaati, tidak boleh direvisi apalagi diganti. Sedangkan Ayat Konstitusi merupakan produk akal insani, bisa diubah, bahkan
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 65 ~
Front Santri Indonesia - FSI
sering diganti, sesuai tuntutan situasi dan kebutuhan kondisi. Terlepas dari itu, memang jika kita merujuk pada hukum negara, dalam UU No. 39 Pasal 4 Tahun 1999 negara telah memberikan hak konstitusi yang sama kepada seluruh rakyatnya, termasuk untuk bisa menjadi pejabat publik. Namun, pasal lainnya dengan tegas juga nyatakan NEGARA MENJAMIN BAHKAN MELINDUNGI SEGALA BENTUK IBADAH, termasuk bentuk ketaatan seorang muslim kepada Allah SWT untuk tidak menjadikan seorang kafir sebagai pemimpin, sesuai dengan ayat-ayat Allah SWT dalam Al Quran. Dalam Pasal 28 E ayat (1) UUD 1945, negara dengan tegas nyatakan menjamin dan melindungi segala bentuk ibadah agama: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Juga dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945:
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 66 ~
Front Santri Indonesia - FSI
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Juga dalam Pasal 22 No. 1 dan 2, UU HAM Tahun 1999: 1. “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” 2. “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Bahkan jika diulur lebih jauh, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah menempatkan posisi Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang sangat Islami, sebagai bagian dan menjiwai konstitusi negara. Sehingga, Dekrit ini tidak hanya mengembalikan posisi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara saja, tapi juga telah tegas menyatakan bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 adalah milik negara, bagian dari negara, bagian dari konstitusi dan memiliki peran dalam
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 67 ~
Front Santri Indonesia - FSI
perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hasilnya, ketaatan kepada Allah SWT bagi seorang muslim, sangat didukung, dijamin dan dilindungi oleh negara serta konstitusi, termasuk ketaatan seorang muslim untuk tidak memilih pemimpin non-Muslim sebagai pemimpinnya. Sehingga pencegahan serta pelarangan ibadah seorang muslim kepada Allah, termasuk penolakan ketaatan dan kepatuhan muslim untuk tidak memilih pemimpin kafir baginya, adalah tindakan INKONSTITUSIONAL. ***
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 68 ~
Front Santri Indonesia - FSI
7. 21 Fakta Kebijakan dan Perilaku Ahok yang Sakiti Umat Islam; Membedah “Prestasi” yang Berhubungan dengan Umat Islam
Salah satu yang harus diperhatikan oleh seorang Kepala Daerah adalah akseptabilitas kebijakan dan perilaku yang ditampilkan oleh pemimpin daerah di mata warganya. Kepala Daerah harus bisa menampilkan kebijakan dan perilaku yang dapat mengayomi warga yang dipimpinnya. Sehingga Kepala Daerah juga harus bisa memahami nilai-nilai yang dianut oleh warganya, dan dapat mengeluarkan kebijakan serta perilaku yang tidak dipandang merendahkan ataupun mengancam nilai-nilai tersebut. Tanpa itu, perwujudan Sila Persatuan Indonesia akan terancam.
Terkait hal tersebut, penulis buku saku 7 Dalil begitu menyanjung Ahok seakan ia adalah sosok yang paling berjasa dan membawa kemaslahatan kepada Umat Islam Jakarta. Padahal Ahok nyata telah gagal membangun Jakarta, mengingat tidak sedikit kebijakan dan perilaku Ahok yang justru merendahkan hingga mengancam nilai yang dianut
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 69 ~
Front Santri Indonesia - FSI
oleh mayoritas warga DKI yang beragama Islam [lihat: www.pendapat.id].
Berikut adalah sebagian rapor merah berupa 21 fakta kebijakan dan perilaku Ahok yang kurang mengayomi Umat Islam:
1. Ahok keluarkan pernyataan tidak pantas yang berhubungan dengan ayat Al Quran. Parahnya, pernyataan yang dikeluarkannya itu bertentangan dengan tafsir yang berlaku lama dan diterapkan oleh kaum muslimin. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah keluarkan pendapat dan sikap keagamaan atas kasus ini, sesuai dengan tafsiran ayat yang juga diimplementasikan oleh para Sahabat Nabi dengan nukilan Ijma’ (konsensus) di dalamnya, sehingga Ahok sebagai penguasa Jakarta dinyatakan telah melakukan penistaan terhadap Al Quran dan para Ulama.
(http://wartakota.tribunnews.com/2016/10/11/mui-putuskan-ahok-lakukan-penistaan-agama)
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 70 ~
Front Santri Indonesia - FSI
2. Ahok keluarkan pernyataan tidak jujur tentang sekolahnya. Dia nyatakan bahwa dirinya sekolah Islam selama 9 tahun.
(http://news.detik.com/berita/d-3315347/dituduh-nistakan-agama-usai-kutip-al-maidah-51-ahok-saya-sekolah-islam-9-tahun).
Padahal, data menunjukkkan bahwa dia tidak pernah bersekolah di lembaga Islam.
(http://profil.merdeka.com/indonesia/b/basuki-tjahaja-purnama)
3. Ahok bersikeras menentang peraturan menteri perdagangan yang larang menjual minuman keras.
(http://metro.news.viva.co.id/news/read/611534-ahok-miras-dilarang-obat-batuk-juga-harus-dilarang)
4. Ahok keluarkan pernyataan tidak pantas tentang minuman keras saat terjadi polemik tuntutan pelarangan miras. Ia mempertanyakan letak salah keberadaan bir, dan apakah ada orang yang mati karena bir.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 71 ~
Front Santri Indonesia - FSI
(http://megapolitan.kompas.com/read/2015/04/06/14032141/Ahok.Salahnya.Bir.di.Mana.Ada.Enggak.Orang.Mati.karena.Minum.Bir)
5. Ahok usul legalisasi prostitusi.
(http://neews.liputan6.com/read/2221285/ahok-usul-legalkan-prostitusi-dan-psk-bersertifikat-di-apartemen)
(http://news.detik.com/berita/d-2899958/ini-4-ide-kontroversial-ahok-psk-bersertifikat-hingga-apartemen-prostitusi/3)
6. Ahok usul buat apartemen khusus pelacuran.
(http://news.liputan6.com/read/2221285/ahok-usul-legalkan-prostitusi-dan-psk-bersertifikat-di-apartemen)
(http://news.detik.com/berita/2899293/selain-apartemen-khusus-prostitusi-ahok-juga-usul-psk-bersertifikat)
7. Ahok usul sertifikasi PSK.
(http://news.liputan6.com/read/2221285/ahok-usul-legalkan-prostitusi-dan-psk-bersertifikat-di-apartemen)
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 72 ~
Front Santri Indonesia - FSI
(http://news.detik.com/berita/2899293/selain-apartemen-khusus-prostitusi-ahok-juga-usul-psk-bersertifikat)
8. Ahok keluarkan pernyataan tidak pantas saat terjadi polemik legalisasi prostitusi, yaitu dengan menyebut orang Indonesia munafik. (http://metro.sidonews.com/read/1084806/171/soal-lokalisasi-ahok-sebut-bangsa-ini-munafik-1455270448)
9. Ahok keluarkan pernyataan tidak pantas bahwa dia akan resmikan lokalisasi pelacuran Kalijodo jika berada di luar jalur hijau.
(http://megapolitan.kompas.com/read/2016/02/13/14593001/Ahok.Kalau.Kalijodo.Bukan.di.Jalur.Hijau.Saya.Resmiin)
Pernyataan ini dikeluarkan untuk memperkuat alasan penggusuran Kalijodo adalah karena lokasi berada di zona hijau, bukan karena pelacuran di dalamnya.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 73 ~
Front Santri Indonesia - FSI
10. Ahok usul hapus cuti bersama di saat lebaran.
(http://pekanbaru.tribunnesw.com/2014/08/08/ahok-wacanakan-hapus-cuti-bersama-lebaran)
11. Ahok persoalkan kewajiban busana muslim di sekolah bagi siswa/i muslim pada hari Jum’at.
(http://republika.co.id/berita/pendidikan/education/16/06/09/o8ht47384-ahok-larang-sekolah-wajibkan-jilbab-pgri-tak-usah-melaranglarang)
(http://news.detik.com/berita/3230351/ahok-jilbab-bagian-dari-agama-bukan-seragam-sekolah)
12. Ahok keluarkan pernyataan tidak pantas saat terjadi polemik jilbab, yaitu sebut jilbab seperti serbet.
(http://news.okezone.com/read/2016/06/09/338/1410134/sebut-jilbab-mirip-serbet-ahok-dinilai-tak-etis)
13. Ahok keluarkan kebijakan mengganti kewajiban seragam muslim di sekolah pada hari Jumat (jilbab) dengan kebaya encim.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 74 ~
Front Santri Indonesia - FSI
(http://news.detik.com/berita/2655237/tiap-jumat-siswi-sd-sma-di-jakarta-bakal-kenakan-kebaya-encim).
Kebijakan ini ditarik kembali setelah banyak diprotes oleh masyarakat.
14. Diskriminasi, Ahok larang Tabligh Akbar di Monas tapi izinkan Paskah.
(http://m.tempo.co/read/news/2015/10/17/083710354/ahok-tuhan-nggak-dengar-kalau-pengajian-nggak-di-monas) (http://news.okezone.com/read/2015/04/05/337/1129275/perayaan-paskah-di-monas-berlangsung-hikmat).
15. Ahok larang Tabligh Akbar di Monas dan pertanyakan “Apakah Tuhan tidak mendengar kalau tidak di Monas?”
(http://m.tempo.co/read/newas/2015/10/17/083710354/ahok-tuhan-nggak-dengar-kalau-pengajian-nggak-di-monas)
16. Ahok keluarkan kebijakan larangan pemotongan hewan qurban di sekolah.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 75 ~
Front Santri Indonesia - FSI
(http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/09/08/nucmpq330-ahok-pemotongan-hewan-jangan-di-sekolah-tapi-di-rph)
Kebijakan ini diperlonggar setelah dapat banyak kecaman dan protes masyarakat.
17. Ahok banyak lakukan penggusuran pemukiman warga hingga robohkan rumah ibadah muslim.
(http://tribunnews.com/metropolitan/2016/04/12/akhirnya-mushola-al-jamil-di-tengah-lokasi-penggusuran-rata-dengan-tanah) (http://news.okezone.com/read/2015/05/29/338/1157254/musala-al-barkah-baru-bisa-roboh-setelah-kubah-diambil)
(http://news.okezone.com/read/2016/10/03/338/1504701/rumah-ibadah-di-bukit-duri-juga-akan-digusur)
18. Ahok akan jadikan Masjid Luar Batang tempat wisata dan membangun plaza di depannya.
(http://cnnindonesia.com/nasional/20160331105716-20-120720/masjid/bersejarah-luar-
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 76 ~
Front Santri Indonesia - FSI
batang-akan-disulap-jadi-tempat-wisata), (http://m.tempo.co/read/news/2016/05/04/083768296/yusril-ahok-mau-bikin-masjid-luar-batang-seperti-borobudur)
19. Ahok robohkan jembatan penghubung Masjid Luar Batang dan warga Kampung Akuarium yang jadikan masjid sepi dari jamaah shalat.
(http://m.tempo.co/read/news/2016/05/02/083767826/mui-kalau-warga-luar-batang-digusur-siapa-jemaah-masjid) (http://m.tempo.co/read/news/2016/07/16/083788135/warga-kampung-akuarium-terisolasi-seusai-jembatan-dirobohkan)
20. Ahok tak kunjung membangun kembali masjid bersejarah Taman Ismail Marzuki setelah dirobohkan dengan dalih renovasi.
(http://megapolitan.harianterbit.com/megapol/2016/04/03/59429/18/18/Gusur-Masjid-di-TIM-Pemprov-DKI-Didesak-Bangun-Masjid-Baru)
21. Ahok usul penghapusan SKB 2 Menteri tentang Pembangunan Rumah Ibadah.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 77 ~
Front Santri Indonesia - FSI
(http://merdeka.com/peristiwa/ini-isi-skb-2-menteri-yang-diminta-ahok-dicabut-splitnews-2.html)
SKB 2 Menteri mengharuskan pembangunan rumah ibadah berdasarkan persetujuan masyarakat setempat. Bahkan SKB 2 Menteri ini menjadi salah satu alat pencegah konflik horizontal akibat pembangunan rumah ibadah secara ilegal.
(http://nasional.tempo.co/read/news/2010/09/20/173279221/mui-pencabutan-skb-dua-menteri-bisa-picu-konflik)
Fakta tersebut sangat dominan apabila dibandingkan dengan beberapa yang diklaim “prestasi” oleh pendukung Ahok. Padahal “prestasi” yang mereka klaim ini dapat diperdebatkan relevansinya. Berikut sekilas pembahasan mengenai “prestasi” yang diklaim oleh pendukung Ahok.
1. Bangun Masjid-Masjid
Jawaban: Pembangunan masjid merupakan program yang biasa dilakukan oleh Gubernur DKI. Pada masa Sutiyoso, Gubernur membangun Jakarta Islamic Centre
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 78 ~
Front Santri Indonesia - FSI
(http://news.liputan6.com/read/50634/islamic-centre-jakarta-diresmikan-sutiyoso). Pada masa Foke, setidaknya terdapat 2 Masjid Besar yang dipugar besar-besaran atau dibangun, yaitu Masjid Tangkuban Perahu
(http://jakarta.go.id/v2/news/2012/10/fauzi-resmikan-rehab-masjid-era-kolonial#WE9sgbnTPmp), dan Masjid Al Fauz yang terletak di Kompleks Kantor Walikota Jakarta Pusat
(http://jakarta.go.id/v2/news/2011/01/Gubernur-DKI-Resmikan-Masjid-Al-Fauz#WE9sY7nTPmo).
Sementara itu, pembangunan masjid di Rusun Marunda (Masjid Al Hijrah) dan Rusun Pesakih (Masjid Al Muhajirin) merupakan konsekuensi dari penggusuran yang dilakukan Ahok. Dan hal ini tentu tidak sebanding dengan perobohan banyak masjid dan musholla, seperti no. 17. Oleh karena itu, “prestasi” ini sebetulnya bukanlah sebuah prestasi.
2. Berikan Bantuan ke Masjid dan Pengurus Masjid
Jawaban: Pemberian bantuan sosial ke masjid atau pengurusnya juga tidak bisa disebut sebagai prestasi. Karena program bantuan sosial yang digelontorkan Pemprov DKI juga disalurkan ke masjid-masjid dan pengurusnya. Dengan kata lain, hal
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 79 ~
Front Santri Indonesia - FSI
ini adalah program rutin Pemda DKI, siapapun gubernurnya.
(http://beritasatu.com/megapolitan/58807-bantuan-mengalir-ke-masjid-gereja-dan-mejelis-taklim.html)
Sedangkan total bantuan yang diberikan, tentunya bergantung pada nilai APBD, dan tidak bisa dijadikan perbandingan antar masa kepemimpinan. Tahun 2015, Ahok memiliki anggaran senilai Rp. 69,28 Triliun.
(http://news.liputan6.com/read/2212645/apbd-dki-2015-disepakati-rp-6928-triliun)
Jumlah ini hampir dua kali lipat anggaran Foke pada 2012 senilai Rp. 36,02 Triliun.
(http://m.tempo.co/read/news/2011/12/19/083372521/apbd-dki-jakarta-rp-36-triliun-disahkan)
Pada masa lalu, bansos seperti ini biasa dicurigai untuk kepentingan Pilkada dan rawan disalahgunakan
(http://properti.kompas.com/read/2012/09/18/19274253/bansos.dan.hibah.diduga.diselewengkan.untuk.pilkada.dki),
(http://beritasatu.com/megapolitan/72408-disangkal-dana-bansos-dan-hibah-untuk-kampanye-foke.html).
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 80 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Salah seorang peneliti ICW di masa lalu sempat membuat pernyataan: “Dana bansos rawan dipolitisasi untuk membiayai program-program populis jangka pendek untuk memenangkan pemilu” (http://antikorupsi.org/id/content/waspada-bansos-jelang-pemilu). Oleh karena itu, “prestasi” yang diklaim, bukanlah sebuah prestasi.
3. Memberikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk Siswa/i Madrasah
Jawaban: Menyebut pemberian KJP untuk madrasah sebagai prestasi, tentu tidak relevan. Karena sejak zaman Fawzi Bowo, DKI telah canangkan program Wajib Belajar 12 Tahun yang berimplikasi pada penggratisan sekolah.
(http://antaranews.com/berita/325012/dki-luncurkan-kartu-gratis-wajib-belajar-12-tahun)
Implikasi dari program ini adalah adanya dana bantuan operasional sekolah untuk madrasah, bantuan operasional buku madrasah dan termasuk beasiswa murid rawan putus sekolah bagi siswa/i madrasah, yang sudah dijalankan sejak masa Foke.
(http://antarsumbar.com/berita/139/disdik-dki-alokasikan-dana-bop-sekolah-swasta.html)
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 81 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Lebih lanjut, pada masa Ahok justru konsep bantuan pendidikannya lebih buruk dibanding masa Foke.
(http://pendapat.id.menyoal-masalah-pendidikan-di-jakarta)
4. Diskon Lebaran bagi Pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP)
Jawaban: Pemberian diskon lebaran bagi pemegang KJP, bukanlah suatu hal yang layak disebut prestasi sebagai kepedulian terhadap Umat Islam. Karena sudah menjadi kewajiban rutin Gubernur Jakarta untuk kendalikan harga pasar, terutama saat Ramadhan maupun Lebaran, diantaranya dengan operasi pasar, pasar murah dan pasar rakyat.
(http://nasional.news.viva.co.id/news/read/334322-ramadan-foke-minta-digelar-operasi-pasar),
(http://antaranews.com/berita/271332/gubernur-dki-intruksikan-intensif-pantau-pergerakan-harga),
(http://bulog.co.id/berita/37/2633/10/7/2011/Pasar-Rakyat-Digelar-Tekan-Kenaikan-Harga-Pangan.html).
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 82 ~
Front Santri Indonesia - FSI
5. Bonus Peserta MTQ
Jawaban: Pemberian bonus untuk peserta MTQ juga bukan hal yang layak disebut prestasi atas kepeduliannya terhadap Umat Islam. Hal ini karena pemberian bonus MTQ sudah biasa dilakukan oleh semua Gubernur DKI sebelum Ahok.
(http://nasional.kompas.com/read/2012/06/18/17521039/foke.juara.umum.mtq.menjadi.hadiah.ulang.tahun.jakarta)
(http://pelita.or.id/baca.php?id=76280)
6. Majukan Jam Pulang Kerja PNS saat Ramadhan
Jawaban: Memajukan jam pulang kerja PNS saat Ramadhan juga tidak layak disebut prestasi. Karena jam pulang PNS saat Ramadhan, sudah sejak lama dikurangi oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Seperti pada tahun 2016, dari 37,5 jam menjadi 32,5 jam per-minggu.
(http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/06/06/o8c7e3365-jam-kerja-pns-berubah-selama-ramadhan) Pemda sudah mengatur agar jam tersebut terpenuhi.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 83 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Lebih lanjut, sikap Ahok sendiri soal jam kerja sebenarnya layak dipertanyakan untuk dibanggakan. Karena ia pernah lontarkan wacana untuk hapus cuti bersama saat lebaran.
(http://pekanbaru.tribunnews.com/2014/08/08/ahok-wacanakan-hapus-cuti-bersama-lebaran)
7. Rutin Berikan ZIS dan Hewan Qurban
Jawaban: Pemberian ZIS dan hewan qurban sorang gubernur bukanlah hal yang layak untuk dibanggakan. Karena hal ini biasa dilakukan oleh para gubernur sebelumnya, bahkan gubernur lain Jakarta.
(http://metro.tempo.co/read/news/2012/08/19/083424452/foke-zakat-3-ton-beras-di-warakas),
(http://poskotanews.com/2012/10/22/foke-berkorban-di-mesjid-islamic-center/)
Selain itu, besar dana operasional yang diberikan kepada Gubernur dan Wakilnya pun disesuaikan dengan besaran APBD DKI Jakarta, yaitu sebesar 0,15% dari APBD.
(http://wartakota.tribunnews.com/2015/10/21/gila-dana-oprasional-gubernur-dki-dan-wagub-dki-rp-54-miliar)
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 84 ~
Front Santri Indonesia - FSI
(http://tribunnews.com/metropolitan/2016/10/31/ini-perbedaan-pandangan-ahok-agus-dan-sandiaga-dalam-memanfaatkan-dana-operasional-jabatan)
(http://merdeka.com/jakarta/ahok-biaya-blusukan-gubernur-masuk-dana-operasional.html)
8. Menutup Tempat Maksiat (Kalijodo dan Diskotek)
Jawaban: Penutupan maksiat yang dilakukan oleh Ahok juga bukanlah suatu hal yang layak disebut prestasi. Karena Ahok sendiri menyatakan bahwa penggusuran Kalijodo bukanlah karena pelacuran di dalamnya, akan tetapi lebih kepada kesalahan tempat lokasi Kalijodo yang berada di zona hijau. Bahkan Ahok sendiri pernah nyatakan siap resmikan lokalisasi Kalijodo jika berada di luar zona hijau.
(http://megapolitan.kompas.com/read/2016/02/13/14593001/Ahok.Kalau.Kalijodo.Bukan.di.Jalur.Hijau.Saya.Resmiin)
Sementara penggusuran Kalijodo sendiri dilakukan setelah perubahan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dimasukan ke dalam jalur hijau
(http://news.metronews.com/read/2016/02/17/485888/pengamat-kalijodo-masuk-zona-hijau-karena-perubahan-perda-rdtr). Dan perubahan RDTR sendiri
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 85 ~
Front Santri Indonesia - FSI
dapat terjadi setelah Perda RT/RW disahkan oleh Gubernur Foke pada 2011 lalu,
(http://jakarta.go.id/v2/news/2011/08/Perda-RTRW-2030-Disahkan#.WE985rnTPmo)
serta Perda terkait RDTR oleh Gubernur Jokowi. (http://megapolitan.kompas.com/read/2013/02/18/10211927/RDTD.DKI.2030.Segera.Disahkan.Menjadi.Perda)
Sementara itu, penutupan Diskotek Stadium terjadi karena sering menjadi sarang pengedaran narkoba, setelah dilakukan 5 kali operasi (http://merdeka.com/peristiwa/siapa-di-balik-penutupan-stadium.html). Penutupan sendiri dilakukan atas permintaan Surat Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Fadil Imran yang meminta agar izin operasi diskotek tersebut dicabut akibat sering ditemukan narkotika, dan bukan inisiatif Ahok (http://merdeka.com/peristiwa/siapa-di-balik-penutupan-stadium.html). Bahkan Ahok sendiri mempersilahkan manajemen Diskotek Stadium untuk kembali membuka usaha haramnya itu asal dengan nama dan lokasi yang berbeda
(http://merdeka.com/peristiwa/ahok-stadium-boleh-buka-tapi-ganti-nama-dan-lokasi.html). Sehingga Kepala BNN mempertanyakan komitmen
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 86 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Ahok dalam menutup diskotek dengan dua kali razia, sedangkan Kepala BNN sebut cukup hanya satu kali sudah terbukti dan langsung ditutup.
(http://news.detik.com/berita/d-3331694/ditantang-soal-razia-narkoba-buwas-ahok-tidak-konsekuen-dan-konsisten)
***
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 87 ~
Front Santri Indonesia - FSI
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 88 ~
Front Santri Indonesia - FSI
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran Al Karim
Al Anshari, Abu Yahya Zakariya. Tahqiq: Asep
Abdul Qodir Jailani. Ghoyatu Al Wushul bi Syarhi Lubbi Al Ushul. Tarim: Dar Ad Dzahabi, 2009, Cet. Kedua.
Al Baihaqi, Ahmad bin Al Husain bin Ali. Tahqiq:
Abdu Al ‘Ali Abdu Al Hamid. Sya’bu Al Iman. Riyadh: Maktabatu Ar Rasydi, 2003 M.
-----, Ahmad bin Al Husain bin Ali. Tahqiq:
Muhammad Abdul Qodir ‘Atha. As Sunanu Al Kubra. Beirut: Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, 2003 M, Cet. Ketiga.
Al Bugha, Musthafa Diib. Atsaru Al Adillah Al
Mukhtalaf fiiha fii Al Fiqhi Al Islami. Damaskus: Dar Imam Bukhari, 1432 H.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 89 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Al Buthi, Muhammad Said Romadhon.
Dhawabithu Al Mashlahati fii As Syari’ati Al Islamiyyah. Tanpa tempat: Mu’assasatu Ar Risalah, tanpa tahun.
Al Haitami, Ibnu Hajar. Tuhfatu Al Muhtaj. Mesir:
Al Maktabatu At Tijariyyah Al Kubra, 1983 M.
Al Jashash, Ahmad bin Ali. Tahqiq:
Muhammad Shadiq Al Qamhawi. Ahkamu Al Quran. Beirut: Daru Ihya At Turats Al ‘Arabi, 1405 H.
Al Ma’arifi, Muhammad bin Abdullah bin Abu
Bakr bin ‘Arabi. Tahqiq: Muhammad Abdul Qadir ‘Atha. Ahkamu Al Quran. Beirut: Daru Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, 2003 M, Cet. Ketiga.
Al Maghribi, Abdurrahman bin Muhammad bin
Khaldun. Tahqiq: Abdullah bin Muhammad Darwisy. Mukaddimah Ibnu Khaldun. Tanpa tempat: Dar Ya’rib. 2004 M.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 90 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Al Mahalli, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad.
Tahqiq: Mahmud Soleh Ahmad. Kanzu Ar Raghibin. Jedah: Dar Al Minhaj, 2013 M.
Al Mawardi, Ali bin Muhammad bin Muhammad.
Tahqiq: Ahmad Mubarak Al Baghdadi. Al Ahkam As Sulthaniyyah. Kuwait: Maktabah Ibnu Quthaibah, 1409 H.
-----, Ali bin Muhammad bin Muhammad. Tahqiq:
Ali Muhammad Mi’wadh, Adil Ahmad Abdul Mawjud. Al Hawi Al Kabir fii Fiqhi Madzhabi Al Imam As Syafi’i. Beirut: Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1999 M.
Al Qurthubi, Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr,
Tahqiq: Ahmad Al Barduni. Al Jami’ li Ahkami Al Qur’an (Tafsir Al Qurthubi). Kairo: Daru Al Kutubi Al Mishriyyah, 1964 M, Cet. Kedua.
Ar Ramli, Syamsuddin Muhammad bin Abi Al
‘Abbas. Nihayatu Al Muhtaj. Beirut: Dar Al Fikr, 1984 M.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 91 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Ar Razi, Fakhruddin Muhammad bin Umar. Miftah
Al Ghaib (Tafsir Al Kabir). Beirut: Dar Ihya At Turats Al ‘Arabi 1420 H, Cet. Ketiga.
As Subki, Tajuddin Abdul Wahhab bin
Taqiyuddin. Al Asybahu wa An Nadzair. Beirut: Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1991 M.
As Subki, Taqiyuddin Ali in Abdul Kafi bin Ali. Al
Ibhaj fii Syarhi Al Minhaj. Beirut: Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1995 M.
As Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman. Al Asybahu
wa An Nadhairu. Beirut: Dar Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1983 M.
-----, Jalaluddin Abdurrahman. Tahqiq:
Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki. Ad Durru Al Mantsur fii At Tafsir bin Al Ma’tsur. Markaz Hajrin Li Al Buhuts Wa Ad Dirasat Al ‘Arabiyah wa Al Islamiyyah, 2003 M.
As Syafi’i, Muhammad Idris. Al Umm. Beirut: Dar
Al Ma’rifah, 1990 M.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 92 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Asy Syathibi, Ibrahim bin Musa bin Muhammad.
Tahqiq: Abu ‘Ubaidah Masyhur bin Hasan. Al Muwafaqaat. Kairo: Daru Ibni ‘Affan, 1997 M.
Az Zarkasyi, Badruddin Muhammad bin Abdullah.
Al Mantsur fii Al Qawaidi Al Fiqhiyyah. Kuwait: Wizarotu Al Awqaf Al Kuwaitiyyah, 1985 M.
-----, Badruddin Muhammad bin Abdullah. Al Bahru Al
Muhith fii Ushulu Al Fiqh. Mesir: Dar Al Kutubi, 1994 M.
-----, Badruddin Muhammad bin Jamal. Tahqiq:
Sayyid Abdul Aziz. Tasynif Al Masami’ bi Jam’I Al Jawami’. Mesir: Mu'assasah Qurtubah, 1998 M.
Bin Abdus Salam, ‘Izzuddin Abdul Aziz.
Tahqiq: Toha Abdul Rauf Sa’d. Qawaid Al Ahkam fii Mashalihi Al Anam. Kairo: Maktabatu Al Kulliyyaati Al Azhariyyah, 1991 M.
Bin Sumaith, Musthafa bin Hamid. Al Madkhal ilaa
Fiqhi An Nawazil. Fakultas Syariah Univ. Al Ahgaff: Hadhramaut Yaman, tanpa tahun.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 93 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Buya Hamka, Tafsir Al Azhar.
Dhiya’u Ad Din, Muhammad bin Muhammad bin
Ahmad. Ma’alimu Al Qurbati fii Tholabi Al Hisbah. Dar Al Funin: Cambridge, tanpa tahun.
El. Diambil dari:
pendapat.id/21-fakta-kebijakan-perilaku-ahok-yang-kurang-mengayomi-umat-islam-membedah-prestasinya-yang-berhubungan-dengan-umat-islam/, (14 Desember 2016 M).
Fatawa wa Qararat Majlis Al Ulamai Al Indunisi
Hasil Bahtsul Masail PCNU Kota Surabaya.
Surabaya, 25 September 2016 M.
Ibnu ‘Asyur, Muhammad At Thahir bin
Muhammad. At Tahriru wa At Tanwiru. Tunisia: Ad Daru At Tunisiyyah, 1984 M.
Ibnu Abi Hatim, Abdurrahman bin Muhammad.
Tahqiq: As’ad Muhammad At Thayyib. Tafsir Al Quran Al ‘Adhim libni Abi Hatim. Saudi Arabia: Maktabah Nizar Musthafa Al Baz, 1419 H, Cet. Ketiga.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 94 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Ibnu Jama’ah, Muhammad bin Ibrahim bin
Sa’dullah. Tahqiq: Abdullah bin Zaid Ali Mahmud. Tahriru Al Ahkam fii Tadbiri Ahli Al Islam. Qatar: Dar Ats Tsaqofah, 1988 M.
Ibnu Katsir, Ismail bin Umar, Tahqiq: Muhammad
Husein Syamsuddin. Tafsir Al Quran Al ‘Adhim (Tafsir Ibnu Katsir). Beirut: Dal Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1419 H.
Imam Haramain, Abdu Al Ma’ali Al Juwaini.
Tahqiq: Abdu Al ‘Adhim Ad Dib. Ghiyatsu Al Umam fii At Tiyatsi Al Dhulam. Iskandaria: Dar Da’wah, tanpa tahun.
Keputusan Bahtsul Masail Muktamar XXX NU
Tahun 1999 di PP. Lirboyo, Kediri Jawa Timur
Syihab, Muhammad Rizieq. Diambil dari:
habibrizieq.com
-----, Muhammad Rizieq. Wawasan Kebangsaan:
Menuju NKRI Bersyariah. Jakarta: Islam Press, 2012 M.
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 95 ~
Front Santri Indonesia - FSI
Tobing, Letezia. Diambil dari:
hukumonline.com/klinik/detail/lt510b523eedfba/sanksi-hukum-jika-menghalangi-orang-melaksanakan-ibadah, (6 Februari 2013 M).
***
B U K U P I N T A R | H a r a m M e m i l i h P e m i m p i n N o n - M u s l i m
~ 96 ~
Front Santri Indonesia - FSI


https://www.youtube.com/watch?v=hCjQAieuZGg
https://www.youtube.com/watch?v=OWCaD5wXRn0
https://www.youtube.com/watch?v=PO-4IxoTRaY&feature=youtu.be
https://www.youtube.com/watch?v=Wg5MoqAoNQw


UMMAT MUSLIM DIWAJIBKAN UNTUK DI SHARE
ALLAHU AKBAR..!